Kamis, 10 September 2009

DIET PADA PENYAKIT JANTUNG

DIET PADA PENYAKIT JANTUNG

1. MANAGEMEN DIET
Tujuan diet :
 Mengurangi odema dan menurunkan tekanan darah.
 Memberikan makanan secara adekuat dan tidak memberatkan jantung.

2. PRINSIP DIET
 Pemberian energi untuk mencapai berat badan normal.
 Rendah garam dan membatasi pemberian cairan untuk mengurangi retensi garam dan cairan.
 Pemberian makanan dengan porsi kecil dan sering agar tidak melelahkan klien.

3. SYARAT DIET
 Energi sesuai dengan kebutuhan untuk mencapai berat badan normal, bila gemuk berikan rendah energi.
 Rendah garam : 0,5-2 gram Na / hari, ini disesuaikan denganberat ringannya odema.
 Cairan dibatasi 1,5 liter/ hari , bila ada retensi air.
 Protein, karbihidrat, lemak, vitamin dan mineral, kecuali natrium cukup ( normal )
 Cukup serat, terutama serat larut dalam air.
 Porsi makan kecil dan sering ( makanan utama dan makanan selingan )
 Bentuk makanan lunak, mudah dicerna, tidak mengandung gas.






ANEMIA

Prinsif diet pada penderita anemia :
 Seperti diet pada individu normal ( kebiasaan makanan tang dibutuhkan orang biasa ).
 Diet ditambah dengan basal metabolisme tinggi ferum dan asam folat
 Bahan makanan yang mengandung sumber asam folat : hati, yeast ( ragi ), sayuran berwarna hijau, kacang-kacangan, padi-padian.







Sumber :
Mahpolah. Mata Kuliah Ilmu Gizi. 2002

BBLR 2

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN
BERAT BADAN LAHIR RENDAH


I. PENDAHULUAN

Bayi baru lahir atau neonatus meliputi umur 0 – 28 hari. Kehidupan pada masa neonatus ini sangat rawan oleh karena memerlukan penyesuaian fisiologik agar bayi di luar kandungan dapat hidup sebaik-baiknya. Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka kesakitan dan angka kematian neonatus. Diperkirakan 2/3 kematian bayi di bawah umur satu tahun terjadi pada masa neonatus. Peralihan dari kehidupan intrauterin ke ekstrauterin memerlukan berbagai perubahan biokimia dan faali. Dengan terpisahnya bayi dari ibu, maka terjadilah awal proses fisiologik sebagai berikut :

1. Peredaran darah melalui plasenta digantikan oleh aktifnya fungsi paru untuk bernafas (pertukaran oksigen dengan karbondioksida)
2. Saluran cerna berfungsi untuk menyerap makanan
3. Ginjal berfungsi untuk mengeluarkan bahan yang tidak terpakai lagi oleh tubuh untuk mempertahankan homeostasis kimia darah
4. Hati berfungsi untuk menetralisasi dan mengekresi bahan racun yang tidak diperlukan badan
5. Sistem imunologik berfungsi untuk mencegah infeksi
6. Sistem kardiovaskular serta endokrin bayi menyesuaikan diri dengan perubahan fungsi organ tersebut diatas

Banyak masalah pada bayi baru lahir yang berhubungan dengan gangguan atau kegagalan penyesuaian biokimia dan faali yang disebabkan oleh prematuritas, kelainan anatomik, dan lingkungan yang kurang baik dalam kandungan, pada persalinan maupun sesudah lahir.

Masalah pada neonatus :

biasanya timbul sebagai akibat yang spesifik terjadi pada masa perinatal. Tidak hanya merupakan penyebab kematian tetapi juga kecacatan. Masalah ini timbul sebagai akibat buruknya kesehatan ibu, perawatan kehamilan yang kurang memadai, manajemen persalinan yang tidak tepat dan tidak bersih, kurangnya perawatan bayi baru lahir. Kalau ibu meninggal pada waktu melahirkan, si bayi akan mempunyai kesempatan hidup yang kecil.

Permasalahan pada ibu saat kehamilan :

- Penyakit/kelainan seperti hipertensi, toxemia, placenta previa, abruptio placenta, incompetence cervical, janin kembar, malnutrisi dan diabetes mellitus.
- Tingkat sosial ekonomi yang rendah dan prenatal care yang tidak adekuat
- Persalinan sebelum waktunya atau induced aborsi
- Penyalahgunaan konsumsi pada ibu seperti obat-obatan terlarang, alkohol, merokok dan caffeine















II. PEMBAGIAN BBLR

 Bayi kurang bulan murni (premature)
 Lahir masa gestasi < 37 minggu
 BB sesuai masa gestasi
 Immaturitas system organ

 Bayi kecil Masa Kehamilan (KMK)
- BB tidak sesuai dengan masa gestasi

  ETIOLOGI
a. Berkaitan dengan bayi kurang bulan (premature):
1. Toxamia gravidarum
2. Penyakit sistemik akut pada ibu (pneumonia, pyelonefritis, typus, appendicitis akut)
3. Kehamilan kembar
4. Tidak diketahui penyebab (50 %)

b. Berkaitan dengan KMK, ibu dengan :
1. Hypertensi 
2. Preeklampsi
3. Infeksi
4. DM
5. Malnutrisi
6. Obat-obat

III. PENYAKIT PENYERTA PADA BBLR

Bayi Premature :
  Aspirasi pneumonia
 Perdarahan intraventikuler
 Hiperbilirubinemia
 Gangguan pernafasan idiopathic

Bayi KMK :
 Aspirasi mekonium diikuti dengan pneumothorak
 Hb meningkat akibat hipoksia kronis
 Hipoglikemia






 Asfiksia
 Perdarahan paru massif
 Hipotermi
 Nfeksi

MANIFESTASI KLINIK
a. Bayi Premature
 BB < 2500 gr
 PB < 45 cm
 LD < 30 cm
 LK < 33 cm
 Kepala > badan
 Kulit tipis transparan, lanugo banyak
 Ubun-ubun dan sutura lebar
 Genetalia immature
 Rambut halus, tipis, teranyam
 Elastisitas daun telinga kurang
 Tangis lemah
 Tonus otot leher lemah

b. Bayi KMK, dibagi dalam stadium :
- I = Kurus relatif lebih panjang, kulit tipis & kering
- II = I + warna kehijauan pada kulit, plasenta, umbilicus
- III = I + warna kuning pada kulit, kuku dan tali pusat

  MANIFESTASI KLINIK BAYI PREMATURE

 Reflek moro (memeluk) (+), reflek menghisap, menelan, batuk belum sempurna
 Bila lapar, menangis, gelisah, aktifitas bertambah, bila dalam 3 hari hal ini tidak tampak bayi menderita infeksi / perdarahan intrakarnial
 Nafas belum teratur
 Pembuluh darah kulit diperut terlihat banyak
 Jaringan mamae belum sempurna, putting susu belum terbentuk dengan baik

NB : Kulit penis bayi (berkeriput) ada ruggae (> hitam dari kulit lain) untuk  
  mengatur system termoregulasi.






IV. PENATALAKSANAAN BAYI BBLR

1. Pengaturan Suhu
 Pertahankan dalam suhu 36,5 – 37 ÂșC
 Luas permukaan tubuh > BB  Peningkatan kehilangan cairan & panas tubuh melalui kulit
 Tipisnya lemak coklat (Brown Fat) ke-2 scapula
 Lemak subcutas tipis
 Letakkan pada tempat yang hangat (lampu), kering, dalam incubator, menunda memandikan bayi & gunakan metode kanguru

  2. Nutirsi
 reflek menghisap dan menelan negatif
 Kapasitas lambung sedikit & enzim pencernaan (lipase) kurang
 Berikan ASI/PASI dengan dot/sendok sedikit demi sedikit  60 cc / Kg BB/ hari pada hari I, dinaikkan setiap hari sampai 200 cc / Kg BB sehari pada 
  minggu ke II
 Cadangan glikogen dalam hati sangat sedikit Hipoglikemia
 Perhatikan cara memberikan ASI/PASI dengan benar!!
 Lakukan pijat bayi !!

  3. Bayi BBLR mudah terkena infeksi : Oleh sebab itu :
 Pisahkan bayi BBLR dengan bayi yang terinfeksi
 Cuci tangan sebelum & sesudah memegang bayi
 Jangan merawat bayi bila sedang menderita infeksi saluran nafas (gunakan masker)

4. Bayi BBLR bila terjadi kesulitan bernafas :
 Cegah terjadi kedinginan dan infeksi
 Beri ASI/PASI sedikit demi sedikit & sesering mungkin
 Bila terjadi sesak lakukan :
- Bersihkan jalan nafas
- Jaga suhu tubuh bayi
  Berikan oksigen jika tampak tanda-tanda cyanosis
 













ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN
BERAT BADAN LAHIR RENDAH

A. PENGKAJIAN
  * Keadaan Umum :
  Tingkat kesadaran/keaktifan bayi
 BB < 2500 gr
 PB < 45 cm
 LK < 33 cm
 LD < 30 cm
 TD : 80/46 mmHg
 Nadi : 120-160 x/menit
 Pernafasan : 40 –60 x / menit
 Suhu : 36,5-37 °C
 Posture cenderung ekstensi
Catatan :
Untuk bayi normal : 
 PB : 48 – 55 cm
 LK : 33-35 cm
 LD : kurang dari 2-3 cm dari LK
 Setelah beberapa hari LD=LK karena ada ekspansi paru
 Ubun-ubun besar : 2-3 cm
 Ubun-ubun kecil 0,5 – 1 cm
 Ubun-ubun berbentuk khas ‘Diamon’
 Posture fleksi

B. SISTEM PERNAFASAN :
 Distress pernafasan
 Pernafasan cuping hidup (PCH) 
 Pe frekuensi nafas
 Sianosis
 Apnoe
 Takipnoe
 Retraksi dada

C. SISTEM KARDIOVASKULER
 bradikardi
 Nadi perifer dan perfusi jaringan menurun






D. SISTEM GASTROINTESTINAL
 Distensi
 Konstipasi
 Muntah
 Glukosa pada feses

E. GINJAL
 Gula, protein, asam amino dan garam
SISTEM INTEGUMEN
 Perubahan warna kulit
 Perubahan tekstur kulit (tipis, transparan, kuning)
 Hipotermi/hipertermi

F. SISTEM IMUN
 Immatur (bayi premature)

Data Penunjang/Faktor kontribusi :
Bayi baru lahir sering mengalami hipotermia karena ketidakmampuannya mempertahankan suhu tubuh, lemak subkutans yang belum sempurna, permukaan tubuh yang luas dibandingkan massa tubuh, dan suhu lingkungan yang dingin. Efek samping dari hipotermia dalam jangka waktu lama termasuk peningkatan kebutuhan akan oksigen sehingga terjadi hipoksia, acidosis, peningkatan metabolisme rate yang mengakibatkan hipoglikemia, release asam lemak bebas pada aliran darah yang diikuti dengan binding site bilirubin dengan albumin yang meningkatkan resiko jaundice dan kern ikterus. Vasokontriksi peripheral berlanjut menjadi acidosis metabolik, vasokontriksi pulmonal mengakibatkan kompensasi pernafasan dan mempengaruhi sirkulasi fetal dengan kegagalan duktus arteriosus dan foramen ovale untuk menutup dengan sempurna. Hal tersebut meningkatkan resiko morbiditas dan mortalitas.

Tujuan :
Temperatur dalam batas normal, bayi baru lahir terbebas dari tanda distress pernafasan dan stress karena dingin.

 Intervensi
 Catat obat-obatan yang digunakan ibu selama prenatal dan periode intrapartal, catat adanya fetal distress atau hipoksia
 Keringkan kepala dan tubuh bayi, selimuti
 Tempatkan bayi diantara lengan ibu
 Catat temperatur lingkungan, minimalkan penggunaan AC.
 Kaji temperatur bayi, monitor temperatur secara kontinyu
 Observasi tanda-tanda stres karena dingin seperti penurunan temperatur kulit, peningkatan aktivitas, pleksi ekstremitas, palor, motling dan kulit dingin.
 Amati tanda distress pernafasan

 Kolaborasi
 Berikan suport metabolik (glukosa atau buffer) sesuai indikasi
 Pertimbangkan rujukan ke NICU







DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG
MUNGKIN TIMBUL PADA BBLR

1. Gangguan termoregulasi tubuh b.d keadaan bayi (neonatal status)
2. Perubahan perfusi jaringan b.d penurunan temperature tubuh (hypothermia)
3. Resiko terjadi infeksi b.d belum sempurnanya system imun

INTERVENSI :
1. Cegah bayi terekspose dengan udara luar, jaga bayi agar nyaman dengan membungkus bayi dengan selimut. Lakukan perawatan/pengobatan dengan hati-hati pertahan suhu lingkungan normal
2. Pertahankan temperature tubuh ibu antara 40- 60 % kelembaban suhu tubuh (22,5-23,5 C)
3. Kaji suhu tubuh axilarry sekurang-kurangnya setiap 2-4 jam sekali
4. Tunda untuk memandikan bayi 4-6 jam setelah lahir sampai suhu axilla 
  36,5-37 C.
5. Berikan ‘Extra Warmer’ (hangat sampai temperature tubuh stabil).

PIJAT BAYI
Manfaat :
1. Penurunan cadar hormon cotecolamin (stress)
2. Penurunan jumlah & sitotoksistas dari system imun (sel pembunuh alami/ natular killer Cells)
3. Memperbaiki sirkulasi darah dan pernafasan
4. Merangsang fungsi pencernaan serta pembungan
5. Menaikkan berat badan
6. Mengurangi depresi dan ketegangan
7. Membuat tidur lelap
8. mengurangi rasa sakit (pegal-pegal)
9. Mengurangi kembung dan colik
10. meningkatkan hubungan kasih saying orang tua dan bayi (bonding)

Beberapa hasil penelitian tentang manfaat pijat bayi
1. Prof T Field & Scafidi (1986 & 1990)
• 20 bayi premature dipijat 3 x 15 menit selama 10 hari menaikkan BB/hari 20-47 % dibandingkan tidak dipijat
• Pada bayi cukup bulan usia 1-3 bulan dipijat 15 menit 2 x seminggu selama 6 minggu meningkatkan BB secara terkontrol.





2. Prof Herminia Cifra ( 1999)  2x 15 menit setiap hari selama 5 hari.
Pada hari ke-7meningkatkan daya tahan tubuh
Ig G = 41,5 %
Ig M = 43,7 %
Ig A = 30,8 % dll

METODE KANGURU
Manfaat metode kanguru :
1. Denyut jantung bayi lebih stabil
2. Pernafasan lebih teratur
3. Distribusi oksigen keseluruh tubuh lebih baik
4. Mencegah hipotermi
5. Meningkatkan BB lebih cepat
6. Pemakaian kalori berkurang karena aktivitas berkurang
7. Memudahkan pemberian ASI
8. Bayi lebih tenang dan relaks akibat kontak langsung dengan kulit ortunya

Waktu Pelaksanaan Metode Kanguru :
1. Segera setelah lahir
2. Sangat awal, setelah 10-15 menit
3. Awal setelah umur 24 jam
4. Menengah setelah 7 hari perawatan
5. Lambat, setelah bayi bernafas sendiri tanpa oksigen supply
6. Setelah keluar dari inkubator































DARTAR PUSTAKA


Klaus & Fanaroff. 1998. Penata Laksanaan Neonatus Resiko Tinggi. Edisi
 4 EGC. Jakarta.

Markum,A.H. 1991. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, jilid I,Bagian Ilmu  
 Kesehatan Anak,FKUI,Jakarta.

Nelson. 2000. Ilmu kesehatan Anak,volume 2 Edisi 15. EGC. Jakarta.

Wong. Donna. L. 1990. Wong & Whaley’s Clinical Manual of Pediatric Nursing,Fourth Edition,Mosby-Year Book Inc, St. Louis Missouri.

. . . . . 2000. Diktat Kuliah PSIK.FK Unair TA:2000/2001,Surabaya

PERAWATAN PAYUDARA

MATERI
PERAWATAN PAYUDARA

1. Konsep tentang Payudara Selama Kehamilan

Pembesaran, peningkatan sensitivitas, padat dan dada terasa padat merupakan tanda awal dari kehamilan, sebagai respon dari terhadap peningkatan estrogen dan progesteron. Tanda diatas merupakan tanda presumtif dari kehamilan. Tarjadinya perubahan sensitivitas berkisar dari rasa tegang hingga nyeri. Puting dan areola menjadi hiperpigmentasi dan puting menjadi lebih tegang dan menonjol (Lowdermilk, 1995 hal 193). Pembesaran dari kelenjar sebaseus terbanyak di daerah areola yang disebut dengan Montgomery’s tubercles. Yang melingkar disekitar areola. Kelenjar ini mempertahankan puting tetap basah sebagai lubrikasi selama minum ASI. Kelembutan dari nipple akan terancam jika puting susu dibersihkan dengan sabun. 

Selama kehamilan trimester kedua hingga ketiga perkembangan kelenjar mama akan progresiif yang menyebabkan payudara membesar lebih cepat. Kadar hormon luteal dan plasenta akan terjadinya proliferasi dari kelenjar ductus lactiferus dan jaringan lobus alveoral. Sehingga pada palpasi payudara secara umum ditemukan nodul yang agak keras. Pengembangan jaringan connective menyebabkan terjadinya jaringan menjadi lembut dan longgar. Meskipun perkembangan mamae sudah sempurna pada pertengahan masa kehamilan, namun laktasi tetap terhambat hingga penurunan kadar estrogen pada saat menjelang kelahiran. Pada saat itu akan dijumpai kondisi mamae yang kulitnya tipis, tranparan, dan mengeluarkan materi yang agak kental ( pre kolestrum ). Prekolstrum ini sudah bisa ditemukan dalam sel asini pada bulan ketiga dari kehamilan.

Colestrum merupakan cairan yang berwarna putih kekuningan dan oranye yang merupakan bentuk mula dari ASI. 

2. Pengertian Perawatan Payudara
Perawatan payudara adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar dan teratur untuk memeliharan kesehatan payudara waktu hamil dengan tujuan untuk mempersiapkan laktasi pada waktu post partum


3. Manfaat Perawatan Payudara Selama Hamil
Perawatan payudara hendaknya dilakukan sedini mungkin selama kehamilan dalam upaya mempersiapkan bentuk dan fungsi payudara sebelum terjadi laktas. Jika persipan kurang dapat terjadi gangguan penghisapan pada bayi akibat ukuran puting yang kecil atau mendelep. Akibat lain bisa terjadi produksi Asi akan terlambat serta kondisi kebersihan payudara ibu tidak terjamin sehingga dapat membahayakan kesehatan bayi. Dipihak ibu, akibat perawatan yang kurang pada saat persalinan ibu belum siap menyusui sehingga jika bayi disusukan ibu akan merasakan geli atau perih pada payudaranya.

4. Akibat jika tidak dilakukan perawatan payudara
Berbagai dampak negatif dapat tibul jika tidak dilakukan perawatan payudara sedini mungkin. Dampak tersebut meliputi :
1. Puting susu mendelep
2. Anak susah menyusui
3. ASI lama keluar
4. Produksi ASI terbatas
5. Pembengkakan pada payudara
6. Payudara meradang
7. Payudara kotor
8. Ibu belum siap menyusui
9. Kulit payudara terutama puting akan mudah lecet.

5. Persiapan untuk perawatan payudara selama hamil.

  1. .Persipan Alat :
  2. Minyak kelapa .
  3. Kapas
  4. Handuk.
  5. Waslap.
  6. Air dalam kom .

6. Cara perawatan payudara:
  1. Kompres puting susu dengan kapas minyak 2 menit untuk melemaskan sekaligus mengangkat kotoran pada puting susu
  2. Bersihkan saluran air susu pada puting susu dengan kapas lembab.
  3. Tarik puting kedua puting susu bersama-sama,dan putar kedalam kemudian keluar sebanyak 20 kali .
 4. Untuk puting susu datar atau masuk kedalam dengan jari telunjuk dan ibu jari mengurut daerah sekitar puting susu kearah berlawanan merata.
 5. Basahi kedua telapak tangan dengan minyak , tarik kedua putting susu bersama-sama dan putar kedalam kemudian keluar sebanyak 20 kali.
 6. Puting susu dirangsang dengan ujung waslap handuk kering yang digerakkan keatas dan kebawah.

TRAUMA KEPALA (CAPITIS)

ASUHAN KEPERAWATAN 
PADA KLIEN TRAUMA KEPALA 


A. Prinsip - Prinsip pada Trauma Kepala
 Tulang tengkorak sebagai pelindung jaringan otak, mempunyai daya elastisitas untuk mengatasi adanya pukulan.
 Bila daya/toleransi elastisitas terlampau akan terjadi fraktur.
 Berat/ringannya cedera tergantung pada :
1. Lokasi yang terpengaruh :
 Cedera kulit.
 Cedera jaringan tulang.
 Cedera jaringan otak.
2. Keadaan kepala saat terjadi benturan.
 Masalah utama adalah terjadinya peningkatan tekanan intrakranial (PTIK)
 TIK dipertahankan oleh 3 komponen :
1. Volume darah /Pembuluh darah ( 75 - 150 ml).
2. Volume Jaringan Otak (. 1200 - 1400 ml).
3. Volume LCS ( 75 - 150 ml).


  Trauma kepala



 Kulit Tulang kepala Jaringan otak
   

  Fraktur - Komusio
 Fraktur linear. - Edema
 Fraktur comnunited - Kontusio
 Fraktur depressed - Hematom
 Fraktur basis



   
  TIK meningkat
 Gangguan kesadaran
 Gangguan tanda-tanda vital
 Kelainan neurologis




B. Etiologi 
1. Kecelakaan
2. Jatuh
3. Trauma akibat persalinan.


C. Patofisiologi 


Cidera Kepala

Cidera otak primer Cidera otak sekunder


 Kontosio 
 Laserasi Kerusakan sel otak Respon biologik


  Sembuh Gangguan aliran darah otak TIK meningkat :
 Edema
 Hematom
 Metabolisme anaerobik
 Hipoximia


Respon biologik


Gejala :
1. Jika klien sadar ----- sakit kepala hebat.
2. Muntah proyektil.
3. Papil edema.
4. Kesadaran makin menurun.
5. Perubahan tipe kesadaran.
6. Tekanan darah menurun, bradikardia.
7. An isokor.
8. Suhu tubuh yang sulit dikendalikan.

















Trauma Kepala


Gangguan auto regulasi


  TIK meningkat Aliran darah otak menurun
 

  Edema otak Gangguan metabolisme
 O2 menurun.
 CO2 meningkat.
  Asam laktat meningkat

  Metabolik anaerobik


Tipe Trauma kepala :
1. Trauma kepala terbuka.
2. Trauma kepala tertutup.

Trauma kepala terbuka : 
Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak masuk kedalam jaringan otak dan melukai :
 Merobek duramater -----LCS merembes.
 Saraf otak
 Jaringan otak.

Gejala fraktur basis :
 Battle sign.
 Hemotympanum.
 Periorbital echymosis.
 Rhinorrhoe.
 Orthorrhoe.
 Brill hematom.



Trauma Kepala Tertutup :
1. Komosio
2. Kontosio.
3. Hematom epidural.
4. Hematom subdural.
5. Hematom intrakranial.

Komosio / gegar otak :
 Cidera kepala ringan
 Disfungsi neurologis sementara dan dapat pulih kembali.
 Hilang kesadaran sementara , kurang dari 10 - 20 menit.
 Tanpa kerusakan otak permanen.
 Muncul gejala nyeri kepala, pusing, muntah.
 Disorientasi sementara.
 Tidak ada gejala sisa.
 MRS kurang 48 jam ---- kontrol 24 jam I , observasi tanda-tanda vital.
 Tidak ada terapi khusus.
 Istirahat mutlak ---- setelah keluhan hilang coba mobilisasi bertahap, duduk --- berdiri -- pulang.
 Setelah pulang ---- kontrol, aktivitas sesuai, istirahat cukup, diet cukup.

Kontosio Cerebri / memar otak :
 Ada memar otak.
 Perdarahan kecil lokal/difus ---- gangguan lokal --- perdarahan.
 Gejala :
- Gangguan kesadaran lebih lama.
- Kelainan neurologik positip, reflek patologik positip, lumpuh, konvulsi.
- Gejala TIK meningkat.
- Amnesia retrograd lebih nyata.

Hematom Epidural :
 Perdarahan anatara tulang tengkorak dan duramater.
 Lokasi tersering temporal dan frontal.
 Sumber : pecahnya pembuluh darah meningen dan sinus venosus.
 Katagori talk and die.
 Gejala : (manifestasi adanya proses desak ruang).
- Penurunan kesadaran ringan saat kejadian ----- periode Lucid (beberapa menit - beberapa jam) ---- penurunan kesadaran hebat --- koma, deserebrasi, dekortisasi, pupil an isokor, nyeri kepala hebat, reflek patologik positip.

Hematom Subdural :
 Perdarahan antara duramater dan arachnoid.
 Biasanya pecah vena --- akut, sub akut, kronis.
 Akut :
- Gejala 24 - 48 jam.
- Sering berhubungan dnegan cidera otak & medulla oblongata.
- PTIK meningkat.
- Sakit kepala, kantuk, reflek melambat, bingung, reflek pupil lambat.

 Sub Akut :
- Berkembang 7 - 10 hari, kontosio agak berat, adanya gejal TIK meningkat --- kesadaran menurun.

 Kronis :
- Ringan , 2 minggu - 3 - 4 bulan.
- Perdarahan kecil-kecil terkumpul pelan dan meluas.
- Gejala sakit kepala, letargi, kacau mental, kejang, disfagia.

Hematom Intrakranial :
 Perdarahan intraserebral ± 25 cc atau lebih.
 Selalu diikuti oleh kontosio.
 Penyebab : Fraktur depresi, penetrasi peluru, gerakan akselerasi - deselerasi mendadak.
 Herniasi merupakan ancaman nyata, adanya bekuan darah, edema lokal.




Pengaruh Trauma Kepala :
 Sistem pernapasan
 Sistem kardiovaskuler.
 Sistem Metabolisme.

Sistem Pernapasan :
TIK meningkat

Hipoksemia, hiperkapnia Meningkatkan rangsang simpatis


Peningkatan hambatan difusi O2 - Co2.


  Edema paru Meningkatkan tahanan vask. sistemik dan tek darah


Meningkatkan tek, hidrostatik
Kebocoran cairan kapiler


  Sistem pembuluh darah pulmonal tek. rendah.

Karena adanya kompresi langsung pada batang otak ---- gejala pernapasan abnormal :
 Chyne stokes.
 Hiperventilasi.
 Apneu.

Sistem Kardivaskuler :
 Trauma kepala --- perubahan fungsi jantung : kontraksi, edema paru, tek. Vaskuler.
 Perubahan saraf otonoom pada fungsi ventrikel :
- Disritmia.
- Fibrilasi.
- Takikardia.
 Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis --- terjadi penurunan kontraktilitas ventrikel. ---- curah jantung menurun --- menigkatkan tahanan ventrikel kiri --- edema paru.

Sistem Metabolisme :
 Trauma kepala --- cenderung terjadi retensi Na, air, dan hilangnya sejumlah nitrogen.
 Dalam keadaan stress fisiologis.

Trauma

ADH dilepas

Retensi Na dan air

Out put urine menurun
Konsentrasi elektrolit meningkat

 Normal kembali setelah 1 - 2 hari.
 Pada keadaan lain :

  Fraktur Tengkorak Kerusakan hipofisis
  Atau hipotalamus


  Penurunan ADH Diabetes Mellitus

  Ginjal

  Ekskresi air Dehidrasi


Hilang nitrogen meningkat ------------ respon metabolik terhadap trauma.

Trauma


Tubuh perlu energi untuk perbaikan


Nutrisi berkurang

  Penghancuran protein otot sebagai sumber nitrogen utama.

]
Pengaruh Pada G.I Tract. :
3 hari pasca trauma --- respon tubuh merangsang hipotalamus dan stimulus vagal.

Lambung hiperacidi





Hipotalamus ------ hipofisis anterior

  Adrenal
 
  Steroid

  Peningkatan sekresi asam lambung

  Hiperacidi
Trauma

Stress Perdarahan lambung


Katekolamin meningkat.



Pengkajian
 Pengumpulan data pasien baik subyektif atau obyektif pada gangguan sistem persyarafan sehubungan dengan trauma kepala adalah sebagi berikut :
1. Identitas pasien dan keluarga (penanggung jawab) : nama, umur, jenis kelamin, agama/suku bangsa, status perkawinan, alamat, golongan darah, penghasilan, hubungan pasien dengan penagnggung jawab, dll.
2. Riwayat Kesehatan :
Pada umumnya pasien dengan trauma kepala, datang ke rumah sakit dengan penurunan tingkat kesadaran (GCS di bawah 15), bingung, muntah, dispnea/takipnea, sakit kepala, wajah tidak simestris, lemah, paralise, hemiparise, luka di kepala, akumulasi spuntum pada saluran nafas, adanya liquor dari hidung dan telinga, dan adanya kejang.
Riwayat penyakit dahulu :
Haruslah diketahui baik yang berhubungan dnegan sistem persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya. Demikian pula riwayat penyakit keluarga, terutama yang mempunyai penyakit menular. Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari pasien atau keluarga sebagai data subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi pronosa pasien.
3. Pemeriksaan Fisik :
Aspek Neurologis :
Yang dikaji adalah Tingkat kesadaran, biasanya GCS kurang dari 15, disorentasi orang/tempat dan waktu, adanya refleks babinski yang positif, perubahan nilai tanda-tanda vital, adanya gerakan decebrasi atau dekortikasi dan kemungkinan didapatkan kaku kuduk dengan brudzinski positif. Adanya hemiparese.
Pada pasien sadar, dia tidak dapat membedakan berbagai rangsangan/stimulus rasa, raba, suhu dan getaran. Terjadi gerakan-gerakan involunter, kejang dan ataksia, karena gangguan koordinasi. Pasien juga tidak dapat mengingat kejadian sebelum dan sesuadah trauma. Gangguan keseimbangan dimana pasien sadar, dapat terlihat limbung atau tidak dapat mempertajhankana keseimabangan tubuh.
Nervus kranialis dapat terganggu bila trauma kepala meluas sampai batang otak karena edema otak atau pendarahan otak. Kerusakan nervus I (Olfaktorius) : memperlihatkan gejala penurunan daya penciuman dan anosmia bilateral. Nervus II (Optikus), pada trauma frontalis : memperlihatkan gejala berupa penurunan gejala penglihatan. Nervus III (Okulomotorius), Nervus IV (Trokhlearis) dan Nervus VI (Abducens), kerusakannya akan menyebabkan penurunan lapang pandang, refleks cahaya ,menurun, perubahan ukuran pupil, bola mata tidak dapat mengikuti perintah, anisokor.
Nervus V (Trigeminus), gangguannya ditandai ; adanya anestesi daerah dahi. Nervus VII (Fasialis), pada trauma kapitis yang mengenai neuron motorik atas unilateral dapat menurunkan fungsinya, tidak adanya lipatan nasolabial, melemahnya penutupan kelopak mata dan hilangnya rasa pada 2/3 bagian lidah anterior lidah.
Nervus VIII (Akustikus), pada pasien sadar gejalanya berupa menurunnya daya pendengaran dan kesimbangan tubuh. Nervus IX (Glosofaringeus). Nervus X (Vagus), dan Nervus XI (Assesorius), gejala jarang ditemukan karena penderita akan meninggal apabila trauma mengenai saraf tersebut. Adanya Hiccuping (cekungan) karena kompresi pada nervus vagus, yang menyebabkan kompresi spasmodik dan diafragma. Hal ini terjadi karena kompresi batang otak. Cekungan yang terjadi, biasanya yang berisiko peningkatan tekanan intrakranial.
Nervus XII (hipoglosus), gejala yang biasa timbul, adalah jatuhnya lidah kesalah satu sisi, disfagia dan disartria. Hal ini menyebabkan adanya kesulitan menelan.
Aspek Kardiovaskuler : 
Didapat perubahan tekanan darah menurun, kecuali apabila terjadi peningkatan intrakranial maka tekanan darah meningkat, denyut nadi bradikardi, kemudian takhikardia, atau iramanya tidak teratur. Selain itu pengkajian lain yang perlu dikumpulkan adalah adanya perdarahan atau cairan yang keluar dari mulut, hidung, telinga, mata. Adanya hipereskresi pada rongga mulut. Adanya perdarahan terbuka/hematoma pada bagian tubuh lainnya. Hal ini perlu pengkajian dari kepalal hingga kaki.
Aspek sistem pernapasan :
Terjadi perubahan pola napas, baik irama, kedalaman maupun frekuensi yaitu cepat dan dangkal, irama tidak teratur (chyne stokes, ataxia brething), bunyi napas ronchi, wheezing atau stridor. Adanya sekret pada tracheo brokhiolus. Peningkatan suhu tubuh dapat terjadi karena adanya infeksi atau rangsangan terhadap hipotalamus sebagai pusat pengatur suhu tubuh.
Aspek sistem eliminasi :
Akan didapatkan retensi/inkontinen dalam hal buang air besar atau kecil. Terdapat ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, dimana terdapat hiponatremia atau hipokalemia. Pada sistem gastro-intestinal perlu dikaji tanda-tanda penurunan fungsi saluran pencernaan seperti bising usus yang tidak terdengar/lemah, aanya mual dan muntah. Hal ini menjadi dasar dalam pemberian makanan.

Glasgow Coma Scale :
I. Reaksi Membuka Mata.
  4. Buka mata spontan.
  3. Buka mata bila dipanggil/rangsangan suara.
  2. Buka mata bila dirangsang nyeri.
  1.Tidak reaksi dengan rangsangan apapun.

II. Reaksi Berbicara
  4. Komunikasi verbal baik, jawaban tepat.
  3. Bingung, disorentasi waktu, tempat dan person.
  2. Dengan rangsangan, reaksi hanya berupa kata tidak membentuk kalimat.
1. Tidak ada reaksi dengan rangsangan apapun.

III. Reaksi Gerakan Lengan / Tungkai
  6. Mengikuti perintah.
 5. Dengan rangsangan nyeri dapat mengetahui tempat rangsangan.
  4. Dengan rangsangan nyeri, menarik anggota badan.
  3. Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi fleksi abnormal.
  2. Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi extensi abnormal.
 1. Dengan rangsangan nyeri, tidak ada reaksi

4. Pengkajian Psikologis :
Dimana pasien dnegan tingkat kesadarannya menurun, maka untuk data psikologisnya tidak dapat dinilai, sedangkan pada pasien yang tingkat kesadarannya agak normal akan terlihat adanya gangguan emosi, perubahan tingkah laku, emosi yang labil, iritabel, apatis, delirium, dan kebingungan keluarga pasien karena mengalami kecemasan sehubungan dengan penyakitnya.
Data sosial yang diperlukan adalah bagaimana psien berhubungan dnegan orang-orang terdekat dan yang lainnya, kemampuan berkomunikasi dan peranannya dalam keluarga. Serta pandangan pasien terhadap dirinya setelah mengalami trauma kepala dan rasa aman. 


5. Data spiritual :
Diperlukan adalah ketaatan terhadap agamanya, semangat dan falsafah hidup pasien serta ke-Tuhanan yang diyakininya. Tentu saja data yang dikumpulkan bila tidak ada penurunan kesadaran. 

6. Pemeriksaan Diagnostik :
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan dalam menegakkan diagnosa medis adalah :
 X-Ray tengkorak.
 CT-Scan.
 Angiografi.

7. Penatalaksanaan Medis Pada Trauma Kepala :
Obat-obatan :
 Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai dengan berat ringanya trauma.
 Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurnagi vasodilatasi.
 Pengobatan anti edema dnegan larutan hipertonis yaitu manitol 20 % atau glukosa 40 % atau gliserol 10 %.
 Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin) atau untuk infeksi anaerob diberikan metronidasol.
 Makanan atau cairan, Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5 %, amnifusin, aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2 - 3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
 Pada trauma berat. Karena hari-hari pertama didapat penderita mengalami penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit maka hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak cairan. Dextosa 5 % 8 jam pertama, ringer dextrosa 8 jam kedua dan dextrosa 5 % 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah makanan diberikan melalui nasogastric tube (2500 - 3000 TKTP). Pemberian protein tergantung nilai ure nitrogennya.
 Pembedahan.








Prioritas Diagnosa Keperawatan :
1. Gangguan perfusi jaringan otak berhubungan dengan gangguan peredaran darah karena adanya penekanan dari lesi (perdarahan, hematoma).
2. Potensial atau aktual tidak efektinya pola pernapasan, berhubungan dengan kerusakan pusat pernapasan di medulla oblongata.
3. Potensial terjadinya peningkatan tekanan intrakranial berhubungan dengan adanya proses desak ruang akibat penumpukan cairan darah di dalam otak.
4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dnegan penurunan produksi anti diuretik hormon (ADH) akibat terfiksasinya hipotalamus.
5. Aktual/Potensial terjadi gangguan kebutuhannutrisi : Kurang dari kebutuhan berhubungan dengan berkurangnya kemampuan menerima nutrisi akibat menurunnya kesadaran.
6. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan imobilisasi, aturan terapi untuk tirah baring.
7. Gangguan persepsi sensoris berhubungan dengan penurunan daya penangkapan sensoris.
8. Potensial terjadinya infeksi berhubungan dnegan masuknya kuman melalui jaringan atau kontinuitas yang rusak.
9. Gangguan rasa nyaman : Nyeri kepala berhubunagn dnegan kerusakan jaringan otak dan perdarahan otak/peningkatan tekanan intrakranial.
10. Gangguan rasa aman : Cemas dari keluarga berhubungan dengan ketidakpastian terhadap pengobatan dan perawatan serta adanya perubahan situasi dan krisis.

Intervensi :
1. Kaji faktor penyebab dari situasi/keadaan individu/penyebab coma/penurunan perfusi jaringan dan kemungkinan penyebab peningkatan TIK.
R/ Deteksi dini untuk memprioritaskan intervensi, mengkaji status neurologi/tanda-tanda kegagalan untuk menentukan perawatan kegawatan atau tindakan pembedahan.
2. Monitor GCS dan mencatatnya.
R/ Menganalisa tingkat kesadaran dan kemungkinan dari peningkatan TIK dan menentukan lokasi dari lesi.
3. Memonitor tanda-tanda vital.
R/ Suatu kedaan normal bila sirkulasi serebral terpelihara dengan baik atau fluktuasi ditandai dengan tekanan darah sistemik, penurunan dari outoregulator kebanyakan merupakan tanda penurun difusi lokal vaskularisasi darah serebral. Dengan peningkatan tekanan darah (diatolik) maka dibarengi dengan peningkatan tekanan darah intra kranial. Hipovolumik/hipotensi merupakan manifestasi dari multiple trauma yang dapat menyebabkan ischemia serebral. HR dan disrhytmia merupakan perkembangan dari gangguan batang otak.
4. Evaluasi pupil.
R/ Reaksi pupil dan pergerakan kembali dari bola mata merupakan tanda dari gangguan nervus/saraf jika batang otak terkoyak. Keseimbangan saraf antara simpatik dan parasimpatik merupakan respon reflek nervus kranial.
5. Kaji penglihatan, daya ingat, pergerakan mata dan reaksi reflek babinski.
R/ Kemungkinan injuri pada otak besar atau batang otak. Penurunan reflek penglihatan merupakan tanda dari trauma pons dan medulla. Batuk dan cekukan merupakan reflek dari gangguan medulla.Adanya babinski reflek indikasi adanya injuri pada otak piramidal.
6. Monitor temperatur dan pengaturan suhu lingkungan.
R/ Panas merupakan reflek dari hipotalamus. Peningkatan kebutuhan metabolisme dan O2 akan menunjang peningkatan ICP.
7. Monitor intake, dan output : catat turgor kulit, keadaa membran mukosa.
R/ Indikasi dari gangguan perfusi jaringan trauma kepala dapat menyebabkan diabetes insipedus atau syndroma peningkatan sekresi ADH.
8. Pertahankan kepala/leher pada posisi yang netral, usahakan dnegan sedikit bantal. Hindari penggunaan bantal yang banyak pada kepala.
R/ Arahkan kepala ke salah datu sisi vena jugularis dan menghambat drainage pada vena cerebral dan meningkatkan ICP.
9. Berikan periode istirahat anatara tindakan perawatan dan batasi lamanya prosedur.
R. Tindakan yang terus-menerus dapat meningkatkan ICP oleh efek rangsangan komulatif.
10. Kurangi rangsangan esktra dan berikan rasa nyaman seperti massage punggung, lingkungan yang tenang, sentuhan yang ramah dan suasana/pembicaraan yang tidak gaduh.
R/ Memberikan suasana yang tenag (colming efek) dapat mengurangi respon psikologis dan memberikan istirahat untuk mempertahankan/ICP yang rendah.
11. Bantu pasien jika batuk, muntah.
R/ Aktivitas ini dapat meningkatkan intra thorak/tekanan dalam torak dan tekanan dalam abdomen dimana akitivitas ini dapat meningkatkan tekanan ICP.
12. Kaji peningkatan istirahat dan tingkah laku pada pagi hari.
R/ Tingkah non verbal ini dpat merupakan indikasi peningkatan ICP atau memberikan reflek nyeri dimana pasien tidak mampu mengungkapkan keluhan secara verbal, nyeri yang tidak menurun dapat meningkatakan ICP.
13. Palpasi pada pembesaran/pelebaran blader, pertahankan drainage urin secara paten jika digunakan dan juga monitor terdapatnya konstipasi.
R/ Dapat meningkatkan respon automatik yang potensial menaikan ICP.
Kolaborasi :
14. Naikkan kepala pada tempat tidur/bed 15 - 45 derajat sesuai dengan tolenransi/indikasi.
R/ Peningkatan drainage/aliran vena dari kepala, mengurangi kongesti cerebral dan edema/resiko terjadi ICP.
15. Berikan cairan intra vena sesuai dengan yang dindikasikan.
R/ Pemberian cairan mungkin diinginkan untuk menguransi edema cerebral, peningkatan minimum pada pembuluh darah, tekanan darah dan ICP.
16. Berikan Oksigen.
R/ Mengurangi hipoxemia, dimana dapat meningkatkan vasodilatasi cerebral dan volume darah dan menaikkan ICP.
17. Berikan obat Diuretik contohnya : mannitol, furoscide.
R/ Diuretik mungkin digunakan pada pase akut untuk mengalirkan air dari brain cells, dan mengurangi edema cerebral dan ICP.
18. Berikan Steroid contohnya : Dextamethason, methyl prednisolone.
R/ Untuk menurunkan inflamasi (radang) dan mengurangi edema jaringan.
19. Berikan analgesik dosis tinggi contoh : Codein.
R/ Mungkin diindikasikan untuk mengurangi nyeri dan obat ini berefek negatif pada ICP tetapi dapat digunakan dengan sebab untuk mencegah.
20. Berikan Sedatif contoh : Benadryl.
R/ Mungkin digunakan untuk mengontrol kurangnya istirahat dan agitasi.
21. Berikan antipiretik, contohnya : aseptaminophen.
R/ Mengurangi/mengontrol hari dan pada metabolisme serebral/oksigen yang diinginkan.
 
DAFTAR PUSTAKA




 
Carpenito, L.P. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif. Ed.2. Jakarta : EGC.

Komite Keperawatan RSUD Dr. Soedono Madiun. (1999). Penatalaksanaan Pada Kasus Trauma Kepala. Makalah Kegawat daruratan dalam bidang bedah. Tidak dipublikasikan.

Long, B.C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Kperawatan). Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Bandung. 

Makalah Kuliah Medikal bedah PSIK FK Unair Surabaya. Tidak Dipublikasikan

Reksoprodjo, S. dkk. (1995). Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Bina rupa Aksara.

Rothrock, J.C. (1999). Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif. Jakarta : EGC.

Tucker, S.M. (1998). Standart Perawatan Pasien : Proses Keperawatan, Diagnosis dan Evaluasi. Ed. 1 . Jakarta : ECG.

MORBUS BASEDOW (GRAVES)

 A. KONSEP PENYAKIT DAN ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN:
1) MORBUS BASEDOW

1. KONSEP PENYAKIT MORBUS BASEDOW
a. Pengertian
Penyakit basedow atau lazim juga disebut sebagai penyakit graves merupakan penyakit yang sering dijumpai pada orang muda akibat daya peningkatan produksi tiroid yang ditandai dengan peningkatan penyerapan yodium radioaktif oleh kelenjar tiroid.
b. Etiologi
Diduga akibat peran antibodi terhadap peningkatan produksi tiroid serta adanya adenoma tiroid setempat (suatu tumor) yang tumbuh di dalam jaringan tiroid dan ensekresikan banyak sekali hormon tiroid.
c. Patofisiologi
Hipothalamus Hormon pelepas (tirotropin)

Hipofisis anterior Hormon perangsang tiroid (TSH) 

Tiroid Hipertrofi Peningkatan sekresi Yodium

Tirotoksin Peningkatan metabolisme Antibodi imunoglobulin
  Adenoma tiroid setempat

  Hipertiroid

Peningkatan kebutuhan kalori

Peningkatan sirkulasi darah Resiko penurunan curah jantung
  Resiko perubahan nutrisi (-) kebutuhan tubuh
  Kelelahan otot  
 Resiko kerusakan integritas jar. mata

Sumber: Guyton and Hall (1997)

Pada kebanyakan penderita hipertiroidisme, kelenjar tiroid membesar dua sampai tiga kali dari ukuran normalnya, disertai dengan banyaknya hiperplasia dan lipatan – lipatan sel – sel folikel ke dalam folikel, sehingga jumlah sel – sel ini lebih meningkat berapa kali dibandingkan dengan pembesaran kelenjar. Setiap sel meningkatkan kecepatan sekresinya beberapa kali lipat.
Perubahan pada kelenjar tiroid ini mirip dengan perubahan akibat kelebihan TSH. Pada beberapa penderita ditemukan adaya beberapa bahan yang mempunyai kerja mirip dengan TSH yang ada di dalam darah. Biasanya bahan – bahan ini adalah antibodi imunoglobulin yang berikatan dengan reseptor membran yang sama degan reseptor membran yang mengikat TSH. Bahan – bahan tersebut merangsang aktivasi terus – menerus dari sistem cAMP dalam sel, dengan hasil akhirnya adalah hipertiroidisme.

d. Gambaran Klinik
1) Berat badan menurun 10) Dispnea
2) Eksoftalmus. 11) Berkeringat
3) Palpitasi, takikardia. 12) Diare
4) Nafsu makan meningkat. 13) Kelelahan otot 
5) Tremor (jari tangan dan kaki) 14) Oligomenore/amenore
6) Telapak tangan panas dan lembab
7) Takikardia, denyut nadi kadang tidak teratur karena fibrilasi atrium, pulses seler
8) Gugup, mudah terangsang, gelisah, emosi tidak stabil, insomnia.
9) Gondok (mungkin disertai bunyi denyut dan getaran).

e. Penanggulangan
Terapi penyakit graves dtujukan kepada pengendalian stadium tirotoksikosis dengan pemberian antitiroid seperti propiltiourasil (PTU) atau karbimasol. Terapi definitif dapat dipilih antara pengobatan antitiroid jangka panjang, ablasio dengan yodium radioaktif atau tiroidektomi subtotal bilateral.
Indikasi tindakan bedah adalah:
1) perlu mencapai hasil definitif cepat. 4) Struma multinoduler dengan hipertiroidi
2) Keberatan terhadap antitiroid 5) Nodul toksik soliter.
3) Penanggulangan dengan antitiroid tidak memuaskan

2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN MORBUS BASEDOW
a. Pengkajian
Data dasar pada pengkajian pasien dengan morbus basedow adalah:
1) Aktivitas/istirahat
a) Gejala: insomnia, sensitivitas meningkat, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat.
b) Tanda: Atrofi otot.
2) Sirkulasi
a) Gejala: palpitasi, nyeri dada (angina).
b) Tanda: disritmia (Fibrilasi atrium), irama gallop, murmur, peningkatan tekanan darah dengan tekanan nada yang berat, takikardia saat istirahat, sirkulasi kolaps, syok (krisis tirotoksikosis).
3) Eliminasi
a) Gejala: urine dalam jumalh banyak, perubahan dalam feses (diare).
4) Integritas ego
a) Gejala: Mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik.
b) Tanda: Emosi labil (euforia sedang sampai delirium), depresi.
5) Makanan/cairan
a) Gejala: Kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan meningkat, makan banyak, makannya sering, kehausan, mual dan muntah.
b) Tanda: Pembesaran tiroid, goiter, edema non pitting terutama daerah pretibial.
6) Neurosensori
a) Tanda: Bicaranya cepat dan parau, gangguan status mental dan perilaku, seperti: bingung, disorientasi, gelisah, peka rangsang, delirium, psikosis, stupor, koma, tremor halus pada tangan, tanpa tujuan, beberapa bagian tersentak – sentak, hiperaktif refleks tendon dalam (RTD).
7) Nyeri/kenyamanan
a) Gejala: nyeri orbital, fotofobia.
8) Pernafasan
a) Tanda: frekuensi pernafasan meningkat, takipnea, dispnea, edema paru (pada krisis tirotoksikosis).
9) Keamanan
a) Gejala: tidak toleransi teradap panas, keringat yang berlebihan, alergi terhadap iodium (mungkin digunakan pada pemeriksaan).
b) Tanda: suhu meningkat di atas 37,40C, diaforesis, kulit halus, hangat dan emerahan, rambut tipis, mengkilat, lurus, eksoftalmus: retraksi, iritasi pada konjungtiva dan berair, pruritus, lesi eritema (sering terjadi pada pretibial) yang menjadi sangat parah.
10) Seksualitas
a) Tanda: penurunan libido, hipomenore, amenore dan impoten.
11) Penyuluhan/pembelajaran
a) Gejala: adanya riwayat keluarga yang mengalami masalah tiroid, riwayat hipotiroidisme, terapi hormon toroid atau pengobatan antitiroid, dihentikan terhadap pengobatan antitiroid, dilakukan pembedahan tiroidektomi sebagian, riwayat pemberian insulin yang menyebabkan hipoglikemia, gangguan jantung atau pembedahan jantung, penyakit yang baru terjadi (pneumonia), trauma, pemeriksaan rontgen foto dengan kontras.

12) Pemeriksaan diagnostik
a) Tes ambilan RAI: meningkat.
b) T4 dan T3 serum: meningkat
c) T4 dan T3 bebas serum: meningkat
d) TSH: tertekan dan tidak berespon pada TRH (tiroid releasing hormon)
e) Tiroglobulin: meningkat
f) Stimulasi TRH: dikatakan hipertiroid jika TRH dari tidak ada sampai meningkat setelah pemberian TRH
g) Ambilan tiroid131: meningkat
h) Ikatan proein iodium: meningkat
i) Gula darah: meningkat (sehubungan dengan kerusakan pada adrenal).Kortisol plasma: turun (menurunnya pengeluaran oleh adrenal).
j) Fosfat alkali dan kalsium serum: meningkat.
k) Pemeriksaan fungsi hepar: abnormal
l) Elektrolit: hiponatremi mungkin sebagai akibat dari respon adrenal atau efek dilusi dalam terapi cairan pengganti, hipokalsemia terjadi dengan sendirinya pada kehilangan melalui gastrointestinal dan diuresis.
m) Katekolamin serum: menurun.
n) Kreatinin urine: meningkat
o) EKG: fibrilasi atrium, waktu sistolik memendek, kardiomegali.

b. Diagnosa Keperawatan
1) Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung b/d hipertiroid tidak terkontrol, keadaan hipermetabolisme; peningkatan beban kerja jantung; , perubahan dalam arus balik vena dan tahan vaskuler sistemik; perubahan frekuensi, irama dan konduksi jantung.
2) Kelelahan b/d hipermetabolik dengan peningkatan kebutuhan energi; peka rangsang dari saraf sehubungan dengan gangguan kimia tubuh.
Data penunjang: mengungkapkan sangat kekurangan energi untuk mempertahankan rutinitas umum, penurunan penampilan, labilitas/peka rangsang emosional, gugup, tegang, perilaku gelisah, kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi.
3) Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d peningkatan metabolisme (peningkatan nafsu makan/pemasukan dengan penurunan berat badan); mual muntah, diare; kekurangan insulin yang relatif, hiperglikemia.
4) Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas jaringan b/d perubahan mekanisme perlindungan dari mata; kerusakan penutupan kelopak mata/eksoftalmus.

c. Perencanaan
1) Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung b/d hipertiroid tidak terkontrol, keadaan hipermetabolisme; peningkatan beban kerja jantung; , perubahan dalam arus balik vena dan tahan vaskuler sistemik; perubahan frekuensi, irama dan konduksi jantung.
Tujuan asuhan keperawatan: mempertahankan curah jantung yang adekuat sesuai dengan kebutuhan tubuh yang ditandai dengan tanda vital stabil, denyut nadi perifer normal, pengisisan kapiler normal, stauts mental baik, tidak ada disritmia.
Rencana tindakan dan rasional:
1. Mandiri
a) Pantau tekanan darah pada posisi baring, duduk dan berdiri jika memungkinkan. Perhatikan besarnya tekanan nadi.
• Hipotensi umum atau ortostatik dapat terjadi sebagai akibat vasodilatasi perifer yang berlebihan dan penurunan volume sirkulasi. Besarnya tekanan nadi merupakan refleksi kompensasi dari peningkatan isi sekuncup dan penurunan tahanan sistem pembuluh darah.
b) Pantau CVP jika pasien menggunakannya.
• Memberikan ukuran volume sirkuasi yang langsung dan lebih akurat dan mengukur fungsi jantung secara langsung.
c) Periksa/teliti kemungkinan adanya nyeri dada atau angina yang dikeluhkan pasien. 
• Merupakan tanda adanya peningkatan kebutuhan oksigen oleh otot jantung atau iskemia.
d) Kaji nadi atau denyut jantung saat pasien tidur.
• Memberikan hasil pengkajian yang lebih akurat terhadap adanya takikardia.
e) Auskultasi suara antung, perhatikan adanya bunyi jantung tambahan, adanya irama gallop dan murmur sistolik.
• S1 dan murmur yang menonjol berhubungan dengan curah jantung meningkat pada keadaan hipermetabolik, adanya S3 sebagai tanda adanya kemungkinan gagal jantung.
f) Pantau EKG, catat dan perhatikan kecepatan atau irama jnatung dan adanya disritmia.
• Takikardia merupakan cerminan langsung stimulasi otot jantung oleh hormon tiroid, dsiritmia seringkali terjadi dan dapt membahayakan fungsi antung atau curah jantung.
g) Auskultasi suara nafas, perhatikan adanya suara yang tidak normal.
• Tanda awal terjadinya kongesti paru yang berhubungan dengan timbulnya gagal jantung.
h) Pantau suhu, berikan lingkungan yang sejuk, batasi penggunaan linen/pakaian, kompres dengan air hangat.
• Demam terjadi sebagai akibat kadar hormon yang berlebihan dan dapat meningkatkan diuresis/dehidrasi dan menyebabkan peningkatan vasodilatasi perifer, penumpukan vena dan hipotensi.
i) Observasi tanda dan gejala haus yang hebat, mukosa membran kering, nadi lemah, pengisisan kapiler lambat, penurunan produksi urine dan hipotensi.
• Dehidrasi yang cepat dapat terjadi yang akan menurunkan volume sirkulasi dan menurunkan curah jantung.
j) Catat masukan dan keluaran, catat berat jenis urine.
• Kehilangan cairan yang banyak (melalui muntah, dare, diuresis, diaforesis) dapat menimbulkan dehidrasi berat, urine pekat dan berat badan menurun.
k) Timbang berat badan setiap hari, sarankan untuk tirah baring, batasi aktivitas yang tidak perlu.
• Aktivitas akan meningkatkan kebutuhan metabolik/sirkulasi yang berpotensi menimbulkan gagal jantung.
l) Catat adanya riwayat asma/bronkokontriksi, kehamilan, sinus bradikardia/blok jantung yang berlanjut menjadi gagal jantung.
• Kondisi ini mempengaruhi pilihan terapi (misal penggunaan penyekat beta-adrenergik merupakan kontraindikasi).
m) Observasi efek samping dari antagois adrenergik, misalnya penurunan nadi dan tekanan darah yang drastis, tanda – tanda adanya kongesti vaskular/CHF, atau henti jantung.
• Satu indikasi untuk menurunkan atau menghentikan terapi.
2. Kolaborasi
a) Berikan cairan iv sesuai indikasi.
• Pemberian cairan melalui iv dengan cepat perlu untuk memperbaiki volume sirkulasi tetapi harus diimbangi dengan perhatian terhadap tanda gagal jantung/kebutuhan terhadap pemberian zat inotropik.
b) Berikan O2 sesuai indikasi
• Mungkin juga diperlukan untuk memenuhi peningkatan kebutuhan metabolisme/kebutuhan terhadap oksigen tersebut.

2) Kelelahan b/d hipermetabolik dengan peningkatan kebutuhan energi; peka rangsang dari saraf sehubungan dengan gangguan kimia tubuh.
Data penunjang: mengungkapkan sangat kekurangan energi untuk mempertahankan rutinitas umum, penurunan penampilan, labilitas/peka rangsang emosional, gugup, tegang, perilaku gelisah, kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi.
Tujuan asuhan keperawatan: Megungkapkan secara verbal tentang peningkatan tingkat energi, menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam melakukan aktifitas.
Rencana tindakan/rasional:
Mandiri:
a) Pantau tanda vital dan catat nadi baik saat istirahat maupun saat melakukan aktifitas.
• Nadi secara luas meningkat dan bahkan saat istirahat, takikardia (di atas 160x/mnt) mungkin akan ditemukan.
b) Catat berkembangnya takipnea, dispnea, pucat dan sianosis.
• Kebutuhan dan konsumsi oksigen akan ditingkatkan pada keadaan hipermetabolik, yang merupakan potensial akan terjadi hipoksia saat melakukan aktivitas.
c) Berikan/ciptakan lingkungan yang tenang, ruangan yang dingin, turunkan stimulasi sesori, warna – warna yang sejuk dan musik santai (tenang).
• Menurunkan stimulasi yang kemungkinan besar dapat menimbulkan agitasi , hiperaktif dan insomnia.
d) Sarankan pasien untuk mengurangi aktifitas dan meningkatkan istirahat di tempat tidur sebanyak – banyaknya jika memungkinkan.
• Membantu melawan pengaruh dari peningkatan metabolisme.
e) Berikan tindakan yang membuat pasien nyaman, seperti: sentuhan/masase, bedak yang sejuk.
• Dapat menurunkan energi dalam saraf yang selanjutnya meningkatkan relaksasi.
f) Memberikan aktifitas pengganti yang menyenangkan dan tenang, seperti membaca, mendengarkan radio dan menonton televisi.
• Memungkinkan unttk menggunakan energi dengan cara konstruktif dan mungkin juga akan menurunkan ansietas.
g) Hindari membicarakan topik yang menjengkelkan atau yang mengancam pasien, diskusikan cara untuk berespons terhadap perasaan tersebut.
• Peningkatan kepekaan dari susunan saraf pusat dapat menyebabkan pasien mudah untuk terangsang, agitasi dan emosi yang berlebihan.
h) Diskusikan dengan orang terdekat keadaan lelah dan emosi yang tidak stabil ini.
• Mengerti bahwa tingkah laku tersebut secara fisik meningkatkan koping terhadap situasi sat itu dorongan dan saran orang terdekat untuk berespons secara positif dan berikan dukungan pada pasien.
Kolaborasi:
i) Berikan obat sesuai indikasi (sedatif, mis: fenobarbital/luminal, transquilizer/klordiazepoksida/librium.
• Untuk mengatasi keadaan (gugup), hiperaktif dan insomnia.

3) Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d peningkatan metabolisme (peningkatan nafsu makan/peasukan dengan penurunan berat badan); mual muntah, diare; kekurangan insulin yang relatif, hiperglikemia.
Tujuan asuhan keperawatan: Menunjukkan berat badan yang stabil disertai dengan nilai laboratorium yang normal dan terbebas dari tanda – tanda malnutrisi.
Rencana tindakan/rasional:

Mandiri:
a) Auskultasi bising usus.
• Bising usus hiperaktif menerminkan peningkatan motilitas lambung yang menurunkan atau mengubah fungsi absorpsi.
b) Catat dan laporkan adanya anoreksia, kelelahan umum/nyeri, nyeri abdomen, munculnya mual dan muntah.
• Peningkatan aktivitas adrenergik dapat menyebabkan gangguan sekresi insulin/terjadi resisten yang mengakibatkan hiperglikemia, polidipsia, poliuria, perubahan kecepatan dan kedalaman pernafasan (tanda asidosis metabolik).
c) Pantau masukan makanan setiap hari dan timbang berat badan setiap hari serta laporkan adanya penurunan berat badan.
• Penurunan berat badan terus menerus dalam keadaan masukan kalori yang cukup merupakan indikasi kegagalan terhadap terapi antitiroid.
d) Dorong pasien untuk makan dan meningkatkan jumlah makan dan juga makanan kecil, dengan menggunakan makanan tinggi kalori yang mudah dicerna.
• Membantu menjaga pemasukan kalori cukup tinggi untuk menambahkan kalori tetap tinggi pada penggunaan kalori yang disebabkan oleh adanya hipermetabolik.
e) Hindari pemberian makanan yang dapat meningkatkan peristaltik usus (mis. Teh, kopi dan makanan berserat lainnya) dan cairan yang menyebabkan diare (mis. Apel, jambu dll).
• Peningkatan motilitas saluran cerna dapat mengakibatkan diare dan gangguan absorpsi nutrisi yang diperlukan.
Kolaborasi:
a) Konsultasikan dengan ahli gizi untuk memberikan diet tinggi kalori, protein, karbohidrat dan vitamin.
• Mungkin memerlukan bantuan untuk menjamin pemasukan zat – zat makanan yang adekuat dan mengidentifikasikan makanan pengganti yang paling sesuai.
b) Berikan obat sesuai indikasi:
(1) Glukosa, vitamin B kompleks.
• Diberikan untuk memenuhi kalori yang diperlukan dan mencegah atau mnegobati hipoglikemia.
(2) Insulin (dengan dosis kecil)
• Dilakukan dalam mengendalikan glukosa darah jika kemungkinan ada peningkatan.

4) Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas jaringan b/d perubahan mekanisme perlindungan dari mata; kerusakan penutupan kelopak mata/eksoftalmus.
Tujuan asuhan keperawatan: Mampu mengidentifikasikan tindakan untuk memberikan perlindungan pada mata dan pencegahan komplikasi.
Rencana tindakan/rasional:
Mandiri:
a) Observasi edema periorbital, gangguan penutupan kelopak mata, lapang pandang sempit, air mata berlebihan. Catat adanya fotofobia, rasa adanya benda di luar mata dan nyeri pada mata.
• Manifestasi umum dari stimulasi adrenergik yang berlebihan berhubungan dengan tirotoksikosis yang memerlukan intervensi pendukung sampai resolusi krisis dapat menghilangkan simtomatologis.
b) Evaluasi ketajaman mata, laporkan adanya pandangan yang kabur atau pandangan ganda (diplopia).
• Oftalmopati infiltratif (penyakit graves) adalah akibat dari peningkatan jaringan retro-orbita, yang menciptakan eksoftalmus dan infiltrasi limfosit dari otot ekstraokuler yang menyebabkan kelelahan. Munculnya gangguan penglihatan dapat memperburuk atau memperbaiki kemandirian terapi dan perjalanan klinis penyakit.
c) Anjurkan pasien menggunakan kacamata gelap ketika terbangun dan tutup dengan penutup mata selama tidur sesuai kebutuhan.
• Melindungi kerusakan kornea jika pasien tidak dapat menutup mata dengan sempurna karena edema atau karena fibrosis bantalan lemak.
d) Bagian kepala tempat tidur ditinggikan dan batasi pemakaian garam jika ada indikasi.
• Menurunkan edema jaringan bila ada komplikasi seperti GJK yang mana dapat memperberat eksoftalmus.
e) Instruksikan agar pasien melatih otot mata ekstraokular jika memungkinkan.
• Memperbaiki sirkulasi dan mempertahankan gerakan mata.
f) Berikan kesempatan pasien untuk mendiskusikan perasaannya tentang perubahan gambaran atau bentuk ukuran tubuh untuk meningkatkan gambaran diri.
• Bola mata yang agak menonjol menyebabkan seseorang tidak menarik, hal ini dapat dikurangi dengan menggunakan tata rias, menggunakan kaca mata.
Kolaborasi:
a) Berikan obat sesuai dengan indikasi:
(1) Obat tetes mata metilselulosa.
• Sebagai lubrikasi mata.
(2) ACTH, prednison.
• Diberikan untuk menurunkan radang yang berkembang dengan cepat.
(3) Obat antitiroid
• Dapat menurunkan tanda/gejala atau mencegah keadaan yang semakin memburuk.
(4) Diuretik
• Dapat menurunkan edema pada keadaan ringan.
 
DAFTAR PUSTAKA:

Arthur C. Guyton and John E. Hall ( 1997), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Carolyn M. Hudak, Barbara M. Gallo (1996), Keperawatan Kritis; Pedekatan Holistik Volume II, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Donna D. Igatavicius, Kathy A. Hausman ( 1995), Medical Surgical Nursing: Pocket Companoin For 2 nd Edition, W. B. Saunders Company, Philadelphia.

Lynda Juall Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada Praktik Klinis edisi 6, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Marylin E. Doengoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3, Peneribit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta








 
ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL-BEDAH
PADA PASIEN NY. HMD DGN GGN SISTEM ENDOKRIN:
MORBUS BASEDOW, 
DI RUANG BEDAH A, RSUD DR. SOETOMO SURABAYA TANGGAL 8 – 10 JANUARI 2002

 A. PENGKAJIAN
Pengkajian dilaksanakan pada tanggal 8 Januari 2002 pada pukul 14.30 WIB yaitu pada hari I post operasi. Klien didampingi oleh suami. 1. Identitas Nama : Ny. Hmd Tgl MRS : 24 – 12 - 2001 Umur : 27 th Register : 10115399 Jenis kelamin : Perempuan Diagnose : Morbus Basedow Suku Bangsa : Madura Agama : Islam Pekerjaan : Ibu Rumah tangga Pendidikan : SMP Alamat : Banyu Sangka, Tanjung Bumi, Bangkalan, Madura, Jawa Timur. Alasan di rawat : Timbul benjolan di leher bagian depan. Keluhan utama : Benjolan pada bagian depan leher. sebelumnya :
  Upaya yang telah dilakukan: Berobat jalan di praktek dokter swasta dan di URJ  
  RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Therapi/operasi yang pernah dilakukan : pengobatan antitiroid (PTU, propanolol), pernah dirawat April 1999 dengan keluhan mata menonjol dan dada berdebar.  

I. II RIWAYAT KEPERAWATAN
2.1 Riwayat penyakit sebelumnya : Klien menderita pembesaran kelenjar tiroid sejak 10 tahun yang lalu. Tetapi karena benjolan tersebut tidak menimbulkan keluhan, klien tidak memeriksakan penyakitnya ke tenaga kesehatan. Setelah melahirkan anak I pada tahun 1993, klien mulai merasakan keluhan badannya terasa gemetar, mata kanan mebelalak, klien mengatakan sering kaget – kaget, namun dengan keluhan tersebut pun klien belum juga berobat. Tahun 1999 setelah melahirkan anak kedua, klien menderita hipertensi berat sehingga harus dirawat lebih kurang 1 bulan di RSUD Dr. Soetomo. Keluhan lain yang dirasakan klien adalah: kaki bengkak dan mata semakin dirasakan menonjol. Semenjak itu klien mulai minum obat antitiroid yaitu PTU dan propanolol. Keluar dari RS, klien kontrol ke praktek dr. Swasta hingga tekanan darahnya turun menjadi 120/80, gemetar (-).

2.2 Riwayat penyakit sekarang : Klien mulai memeriksakan diri ke RSUD Dr. Soetomo pada akhir tahun 2001 dengan keluhan: mata membelalak, badan gemetar, nafsu makan meningkat, berat badan menurun, rambut rontok. Klien disarankan untuk rawat inap dengan rencana operasi pengangkatan kelenjar tiroid. Untuk persiapan operasi tersebut, klien diberikan terapi logolisasi 3x15 tetes selama 10 hari menjelang operasi, pemeriksaan BMR rutin setiap hari, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan rontgen. Tanggal 7 Januari klien dilakukan operasi sub total tiroidektomi, usai operasi klien diobservasi sementara di ruang ICU untuk mengobservasi adanya krisis tiroid. Kemudian pada tanggal 8 januari, klien dipindahkan kembali ke Ruang Bedah A, dalam keadaan sadar baik, terpasang infus Totofusin 20 tts/mnt, drain 2 buah pada luka operasi, MSS, therapi: Clindamycin 3x300 mg, Gentamycin 2x80 mg, Antrain 3x1 ampul, Frisium tab 10 mg 0 – 0 – 1, dilakukan pemeriksaan darah lengkap

 2.3 Riwayat kesehatan keluarga : dalam keluarga klien, tidak ada anggota keluarga yang memiliki penyakit sama dengan klien. Hanya Bapak menderita hipertesi.
Genogram:  











Keterangan: = laki - laki = klien

 = perempuan
 = anak perempuan klien meninggal

 = bapak klien menderita HT = tinggal dlm satu rumah


  2.4 Keadaan kesehatan lingkungan : Klien tinggal dlm lingkungan nelayan (daerah pantai). Kedaan tempat tidur klien bersih dan rapi. 2.5 Riwayat kesehatan lainnya : taa 2.6 Alat bantu yang dipakai: taa III. Observasi dan Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan umum : klien sadar CM, masih lemah sehabis operasi, mengeluh pusing dan mual serta nyeri pada leher. 2. Tanda vital : TD: 120/80, N: 80 x/mnt, RR: 20 x/mnt, T: 37,8 0C 3. Body System 3.1 Pernafasan Hidung : Tidak ada sekret, bentuk simetris. Dada : - Bentuk : simetris - Gerakan : simetris, teratur. Suara nafas dan lokasi : taa suara nafas tambahan Batuk : taa Sputum : taa Cyanosis : taa Frekwensi nafas : teratur 3.2 Kardiovaskuler Nyeri dada : (-) Pusing : ya Kram kaki : (-) Sakit kepala : (-) Palpitasi : (-) Clubing finger : (-) Suara jantung : normal, SR Edema : (-) 3.3 Persarafan Kesadaran : CM. GCS : 456 Kepala dan wajah : Mata : esoftalmus Sklera : bersih Konjunctiva : merah muda Pupil : isokor
  Leher : terdapat bekas luka post operasi yang terbalut da terpasang drain 2 buah Reflek fisiologis : baik Reflek patologis : (-) Pendengaran : baik, simetris kiri dan kanan Penciuman : baik Pengecapan : baik Penglihatan : baik Perabaan : baik 3.4 Perkemihan –Eliminasi Urine Produksi urine : lk. 800 cc, BAK: 5-6 x/hari Warna urine : kuning jernih Gangguan saat kencing : (-) 3.5 Pencernaan - Eliminasi Alvi Mulut : taa Tenggorokan : terasa agak sakit jika menelan Abdomen : Taa Rectum : taa Bab : normal, 1 x/hari, konsistensi normal Obat pencahar : (-) Lavement : (-) 3.6 Tulang – Otot – Integumen
  Kemampuan pergerakan sendi: bebas
  Extremitas : taa, terpasang infus di lengan kiri.
  Kulit:
  - Warna kulit : sawo matang
  - Akral :hangat
  - Turgor : baik

  3.7 Sistem Endokrin
  Terapi hormon : Tyraxol 3x1 tablet, PTU 3x1 tab, logolisasi 3x15 tts.
  Karakteristik seks sekunder: normal.
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan fisik: kekeringan kulit dan rambur (+), eksoftalmus (+), goiter (+), hipoglikemia (+), tidak toleran thd panas dan dingin (+), polidipsi (+), poliphagi (+), kelemahan (+).

  3.8 Sistem Hematopoietik Diagnosis penyakit hematopoietik yang lalu: taa
  Type darah:taa

  3.9 Reproduksi
  Perempuan: keadaan aat reproduksi dalam batas normal, siklus haid teratur.

  4.0 Psikososial
  Konsep diri: 
  Citra diri:
- Tanggapan tentang tubuh:
- Bagian tubuh yang disukai: taa
- Bagian tubuh yang tidak disukai: keadaan mata dan leher yang membesar
- Persepsi thd kehilangan bagian tubuh: taa
  Identitas:
- Status klien dalam keluarga: sebagai istri dan ibu
- Kepuasan klien thd status dan posisi dlm keluarga: puas
- Kepuasan klie thd jenis kelamin: puas
  Peran:
- tanggapan klien thd perannya: senang
- Kemampuan/kesanggupan klien melaksanakan perannya:sanggup
- Kepuasan klien melaksanakan perannya:puas
  Ideal diri/harapan:
- harapan klien thd:
= Tubuh: taa
= Posisi (dlm pekerjaan): taa
= Status dlm keluarga: ingin menjadi istri dan ibu yang lebih baik.
= Tugas/pekerjaan: taa
- Harapan klien thd lingkungan: taa
- Harapan klien thd penyakit yg diderita: ingin cepat sembuh dan bisa segera pulang.
  Harga diri:
- Tanggapan klien thd harga dirinya: tinggi
  Sosial/interaksi:
- Hubungan dengan klien: kenal
- Dukungan keluarga: aktif
- Dukungan kelompok/teman/masyarakat: aktif
- Reaksi saat interaksi: kooperatif
- Konflik yang terjadi terhadap: taa

  3.11 Spiritual:
- Konsep tentang penguasa kehidupan: Allah
- Sumber kekuatan/harapan saat sakit: Allah
- Ritual agama yg berarti/diharapkan saat ini: Sholat, membaca kitab suci.
- Sarana/peralatan/orang yg diperlukan dlm melaksanakan ritual agama yg diharapkan saat ini: ibadah
- Upaya keseatan yang bertentangan dgn keyakinan agama: taa
- Keyakinan/kepercayaan bahwa Tuhan akan menolong dlm menghadapi situasi sakit saat ini: ya
- Keyakinan/kepercayaan bahwa penyakit dapat disembuhkan: ya
- Persepsi thd penyebab penyakit: karena pola hidup serta lingkungan tempat tinggal.

Pemeriksaan penunjang:
1. tanggal 27/12-2001
DL: glukosa darah: 109 mg/dl; HB: 13,6 gr/dl; HCT: 41,2 %; PLT: 290 x 10 cg/l; SC: 0,48 mg/dl
2. Tanggal 28/12-2001
Test Elisa: T3: 1,46 ug/ml; T4: 14,20 ug/ml
3. tanggal 4/1 – 2002
Test Elisa: TSH: 0,006 uIu/ml; T3: 1,26 ug/ml; T4: 10,60 ug/ml
4. Tanggal 8/1-2002
DL: HB: 11,3 gr/dl; HCT: 34%; PLT: 285 x 10 cg/l; LED: 38 mm/jam
5. Tanggal 27/12-2001
Foto thoraks AP dan leher AP/L, hasil:
- cor: besar, bentuk (n)
- pulmo: tdk terdapat infiltrat dan kelainan
- kedua sinus phrenicocostalis tajam, tdk tampak soft tissue mass parasteral
- tidak tampak soft tissue mass daerah cervikal
- Tidak tampak pendorongan dan penyempitan trachea, airway baik
- Alignment tulang baik, subchondral bone layer dan trabekulasi (n), corpus, pedicle dan spatium intervertebralis (n)
6. tanggal 26/12-2001
Konsul anestesi, hasil: tyrazol 3x1 tab, Frisium 10 mg 0-0-1, Vitamin 1x1 tab
7. tanggal 27/12-2001
Konsul kardiologi: ECG: (n)
Terapi: pada tgl 8/1-2002: Clyndamycin 3x300 mg; Gentamycin 2x80 mg, Antrain 3x1 tab, Frisium tab 10 mg 0-0-1, PTU 3x1 tab, logol 3x15 tts, IVFD Tutofusin 20 tts/mnt, observasi drain.

B. ANALISA DATA
Data Etiologi Patofisiologi Masalah
S: Klien mengeluh mual, kepala pusing, badan menggigil.
 O: Klien menggigil, klien post op hr I, diet MSS, TD: 120/80, N: 80x/mnt, S:37,80C Immobilisasi. Immobilisasi  metabolisme menurun  kompensasi tubuh thd sekresi keringat (-)  suhu tubuh meningkat. Peningkatan suhu tubuh.
S: Klien mengeluh nyeri pada leher post operasi.
O: Klien banyak berbaring, mobilisasi (-), skala nyeri 5-6. Manipulasi bedah thd jaringan. Manipulasi bedah thd jaringan tubuh  pemutusan ujung syaraf  merangsang respon nosiseptor  melewati nilai ambang nyeri  nyeri. Nyeri post operasi.
S: Klien banyak bertanya tentang penyakitnya.
O: - Kurang informasi Kurang informasi  tidak tahu dan tidak mampu mengenal masalah penyakit dan perawatan  defisit knowledge. Defisit knowledge

Rumusan Masalah:
1. Nyeri post operasi b/d manipulasi bedah thd jaringan tubuh.
2. Peningkatan suhu tubuh b/d immobilisasi.
3. Defisit knowledge b/d kurang informasi.

Diagnosa Keperawatan Berdasarkan prioritas:
1. Nyeri post operasi b/d manipulasi bedah thd jaringan tubuh.
Data penunjang: S: Klien mengeluh nyeri pada leher post operasi, O: Klien banyak berbaring, mobilisasi (-), skala nyeri 5-6.
2. Peningkatan suhu tubuh b/d immobilisasi.
Data penunjang: S: Klien mengeluh mual, kepala pusing, badan menggigil. O: Klien menggigil, klien post op hr I, diet MSS, TD: 120/80, N: 80x/mnt, S:37,80C
3. Defisit knowledge b/d kurang informasi.
Data penunjang: S: Klien banyak bertanya tentang penyakitnya.

Rencana Tindakan Keperawatan:
1. Nyeri post operasi b/d manipulasi bedah thd jaringan tubuh.
Data penunjang: S: Klien mengeluh nyeri pada leher post operasi, O: Klien banyak berbaring, mobilisasi (-), skala nyeri 5-6.
Tujuan jangka pendek: klien dapat mengontrol nyeri.
Tujuan jangka panjang: setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2 hari, nyeri hilang.
Kriteria hasil: Klien mengatakan nyeri berkurang/hilang, mobilisasi klien aktif, klien dapat memenuhi kebutuhan ADL secara mandiri.
No Intervensi Rasional

1. 



2.


3.





4.


5.

6.




7. Mandiri:
Kaji tanda adanya nyeri, baik verbal maupun nonverbal, catat lokasi, intensitas (skala nyeri 1-10), lamanya.
Letakkan pasien dlm posisi semifowler dan sokong kepala dengan bantal.
Pertahnakan leher/kepala dlm posisi netral dan sokong selama ada perubahan posisi. Instruksikan pasien untuk menggunakan tangan apabila akan berubah posisi.
Pertahankan meja pasien dalam jarak yang mudah terjangkau oleh apsien.
Berikan minum dingin serta makanan lunak.
Anjurkan klien untuk menggunakan teknik relaksasi untuk mengurangi nyeri.
Kolaborasi:
Berikan obat/analgetik sesuai instruksi medis.
 Bermanfaat dlm mengevaluasi nyeri, menentukan pilihan intervensi, menentukan efektifitas terapi.


Mencegah hiperekstensi leher dan melindungi integritas garis jahitan.


Mencegah stres pada garis jahitan dan menurunkan ketegangan otot.




Membatasi ketegangan, nyeri otot pada aderah operasi.

Menurunkan nyeri tenggorok tetapi makanan lunak ditoleransi jika pasien mengalami kesulitan menelan.
Membantu untuk mefokuskan kembali perhatian dan membantu pasien untuk mengatasi nyeri secara lebih efektif.


Menurunkan nyeri dan rasa tidak nyaman, meningkatkan istirahat.


2. Peningkatan suhu tubuh b/d immobilisasi.
Data penunjang: S: Klien mengeluh mual, kepala pusing, badan menggigil. O: Klien menggigil, klien post op hr I, diet MSS, TD: 120/80, N: 80x/mnt, S:37,80C
Tujuan jangka pendek: klien dapat mengontrol suhu tubuh yang kompeten.
Tujuan jangka panjang: Setelah diberikan asuhan keperaatan selama 1 hari, suhu tubuh klien normal.
Kriteria hasil: S: 36 – 37 0C, Mual (-), pusing (-), klien melaporkan adanya suhu tubuh yang nyaman, tidak menggigil, istirahat cukup.
3. No Intervensi Rasional

1.

2.


3.

4.


5.

6.





7.


8.


9. Mandiri:
Catat vital sign.

Awasi keluaran urine.


Observasi drainase pada luka operasi.
Ubah posisi klien sesering mungkin sesuai kenyamanan klien.
Anjurkan utnuk mobilisasi secara mandiri.
Ciptakan lingkungan yag nyaman bagi klien mis, sediakan selimut ekstra bila klien menggigil, atur kecepatan pengatur suhu ruangan.
Beri kompres hangat.


Atur tetesan infus sesuai kebutuhan tubuh akan cairan : 2500 cc / hari.
Berikan parasetamol bila panas > 39 0C. 
Mengawasi adanya peningkatan tanda vital ksususnya suhu tubuh.
Urine erupakan salah satu kontrol pengeluaran caiaran tubuh sehingga dapat ditentukan jumlah cairan yang harus masuk dalam tubuh klien.
Memberikan informasi tentang status perdarahan.
Meningkatkan sirkulasi darah sehingga kebutuhan tubuh akan panas dan energi lebih merata.
Mobilisasi meningkatkan proses metabolisme sehingga panas tubuh dapat lebih terkontrol.
Kenyamanan lingkungan akan membantu meningkatkan suasana psikologis yang nyaman bagi klien. Selimut dapat membantu mengurangi gejala menggigil.


Kompres hangat membantu hipotalamus bekerja lebih efisien dalam mengontrol respon penurun panas tubuh.
 Kebutuhan tubuh akan cairan yang tidak memadai dapat menjadi penyebab peningaktan suhu tubuh akibat dehidrasi post operasi.
Parasetamol merangsang penurunan paas ynag lebih cepat dan efektif.

3. Defisit knowledge b/d kurang informasi.
Data penunjang: S: Klien banyak bertanya tentang penyakitnya.
Tujuan jangka pendek: Kebutuhan informasi klien terpenuhi.
Tujuan jangka panjang: Setelah diberikan HE selama 2 x 10 menit, klien dapat mengatakan pengertiannya tentang perawatan penyakitnya.
Kriteria hasil: Klien mengatakan pengertiannya tentang perawatan penyakitnya, klien dapat berpartisipasi dalam program perawatan yang direncanakan.

No Intervensi Rasional

1.



2.





3.


4.





5.




6.



7.



8. Mandiri:
Diskusikan kebutuhan diet yang seimbang, diet bergizi dan bila tepat mencakup garam beryodium.
Sarankan untuk menghindari makanan – makanan yang bersifat goitrogenik, misalnya makanan laut yang berlebihan, kacang kedelai, lobak.
Identifikasi makanan tinggi kalsium (mis.kuning telur, hati).
Tinjau ulang latihan pasca operasi yang dilakukan setelah penyembuhan luka (mis. Fleksi, ekstensi, rotasi dan pergerakan lateral dari kepala dan leher).
Nilai kembali kebutuhan akan istirahat dan relaksasi, menghindari keadaan yang penuh stres dan emosi yang berlebihan.
Instruksikna untuk melakukan perawatan pada daerah insisi (mis. Membersihkan dan membalutnya).
Tinaju ulang terapi obat kebutuhan melanjutkannya bila keadaan dirasakan lebih baik.
Identifikasi tanda/gejala yang membutuhkan evaluasi medis (mis. Demam, menggigil, luka purulen atau tidak sembuh, eritema, berat badan turun terus, tidak toleransi terhadap panas, mual/muntah, diare, insomnia, berat badan meningkat, kelelahan, tidak toleransi thd dingin, konstipasi, mengantuk berat.
 
Meningkatkan proses penyembuhan dan membantu klien mempertahankan berat badan yang sesuai. Penggunaan garam beryodium sering kali cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan yodium.
Merupakan kontraindikasi setelah tiroidektomi parsial karena makanan ini menghambat aktivitas tiroid.




Memaksimalkan suplai dan absorbsi kalsium jika fungsi kelenjar paratiroid terganggu.

Latihan rentang gerak dan sendi yang teratur meningkatkan kekuatan oto leher, meningkatkan sirkulasi dan proses penyembuhan.



Pengaruh hipertiroidisme biasanya mereda secara lengkap, namun membutuhkan waktu lama bagi tubuh untuk penyembuhannya.


Memberikan kesemapatna klien untuk memberikan perawatan diri secara mandiri dan kompeten.


Jika penggantian tiroid diperlukan karena pengangkatan kelenjar tiroid, klien perlu memahami alasan terapi pengganti tersebut serta dampak kegagalan pada pemakaian yang tidak teratur.
Mengetahui secara awal adanya komplikasi seperti infeksi, hipertiroidisme, atau hipotiroidisme, dapat mencegah perkembangan ke arah situasi yang mengancam hidup.

Implementasi:
Tgl/jam No Dx.Kep. Implemetasi Evaluasi
8-1-2002
14.30 WIB









16.30 WIB






18.00 WIB


19.00 WIB

9-1-2002
09.00 WIB
















10.00 WIB

10-1-2002
09.00 WIB

10.00 WIB







11.00 WIB 
1,2

2
1,2



2
2

1

1,3


1

2
2

1,2


3
















2
2

1,2

3




3


3


 
Mengukur vital sign.

Memberi kompres hangat.
Mengatur posisi tidur semifowler.


Memberikan selimut ekstra
Mengatur tetesan infus 35tts/mnt.
Menagjarkan teknik relaksasi nafas panjang.
Mengajarkan klien dan keluarga teknik mobilisasi aman bagi klien.
Memberikan minuman dingin pada klien.
Mencatat keluaran urine.
Mencatat jumlah keluaran drainase.
Mengukur vital sign.


Memberikan HE pada klien dan keluarga tentang:
- Makanan yang harus dikurangi seperti: ikan lauk, kacang kedelai,lobak.
- Makanan yang harus ditambah mis. Kuning telur dan hati.
- Obat yang harus diminum secara teratur dan dampak bila putus obat.
- Mobilisasi efektif.
- Perawatan luka operasi.
- Tanda dan gejala bila terjadi peningaktan atau penurunan produksi kelenjar tiroid.
Membuka drainase. Observasi perdarahan.

Memotivasi klien untuk mobilisasi secara aktif.
Mengingatkan klien dengan diskusi pantangna dan anjuran tentang makanan yang telah diberikan.

Memberi kesempatan klien untuk bertanya dan berdiskusi.
Melatih cara perawatan luka post operasi.

 
S; 37,80C, TD: 120/80 mmHg, N; 80 x/mnt, RR: 20x/mnt.

Klien tidur dlm posisi semifowler.Klien mengatakan nyaman dengan posisi yang diberikan.
Menggigil berkurang.
Infus netes lancar 35 tts/mnt.

Klien dapat mencoba berlatih dengan baik.
Keluarga dapat membantu mobilisasi klien dengan baik.

Nyeri menelan diarsakan berkurang.
Urine keluar: 200 cc
Drainase: 50 cc

S: 36,60C, TD: 120/80, N: 76 x/mnt.

Klien dan keluarga mengatakan memahami penyuluhan yang diberikan .











Perdarahan (-)


Klien mulai berjalan keluar kamar didampingi oleh suami.

Klien mampu menyebutkan pantangan dan anjuran makanan yang diberiathukan.

Klien dan keluarga banyak bertanya tentang perawatan luka post operasi.
Klien dibantu suami dapat melakukan perawatan luka dengan baik.

Evaluasi/catatan perkembangan: 
TGL/Jam Diagnosa Keperawatan Evaluasi
10-1-2002

13.00 WIB 1. Nyeri post operasi b/d manipulasi bedah thd jaringan tubuh.
Data penunjang: S: Klien mengeluh nyeri pada leher post operasi, O: Klien banyak berbaring, mobilisasi (-), skala nyeri 5-6.
 
 S: Klien mengatakan nyeri menelan dan nyeri pada leher berkurang.
O: Klien dapat duduk dari posisi berbaring secara mandiri.
Klien berjalan – jalan keluar kamar dibantu suami.
Skala nyeri : 2
Pusing (-), mual (-).
A: Masalah teratasi.
P: pertahankan status umum klien.
8-1-2002

19.30 WIB 2. Peningkatan suhu tubuh b/d immobilisasi.
Data penunjang: S: Klien mengeluh mual, kepala pusing, badan menggigil. O: Klien menggigil, klien post op hr I, diet MSS, TD: 120/80, N: 80x/mnt, S:37,80C
 S: Klien mengatakan terasa lebih enak, badan tidak menggigil.
O: S: 36,60C, TD: 120/80, N: 76 x/mnt.
Menggigil (-), mual (-), pusing (-).
A: Masalah teratasi
P: Pertahankan status keadaan umum klien.
10-1-2002

12.00 WIB 3. Defisit knowledge b/d kurang informasi.
Data penunjang: S: Klien banyak bertanya tentang penyakitnya.
 S: Klien mengatakan memahami penjelasan yang diberikan dan berjanji akan melaksanakan denagn baik.
O: Klien tenang, kegelisahan ber (-).
A: masalah teratasi
P: --

INTOXICASI

KONSEP DASAR INTOXICASI



A. Pengertian.

Intoksikasi atau keracunan adalah masuknya zat atau senyawa kimia dalam tubuh manusia 
oleh unsur disengaja ataupun tidak disengaja,yang menimbulkan efek ganguan pada organ-
organ tubuh baik yang bersipat sementara maupun permanen.

B. Etiologi dan Patofisiologi

Keracunan dapat disebabkan oleh bermacam-macam sebab :
1. Bahan-bahan kimia beracun ( bersifat racun )
2. Racun yang terdapat pada tumbuh-tumbuhan atau buah-buahan seperti Ketela yang mengandung asam sianida( Hcn ), jengkol, Pohon tuba ( Durris ) sebangsa jamur dan lain-lainnya.
3. Racun binatang berbisa, seperti ular, kala jengkeng, dll.
4. Racun yang terdapat pada bahan makanan
 
C. Menefestasi kelinik

  Tanda dan gejala umum
   
Yang palig menonjol adalah hiperaktivitas kelenjar-kelenjar ludah/air mata/keringat/urine/saluran pencernaan makanan (disngkat dengan SLUD = Salivasi, Lakrimasi, Urinasi dan diare), kelainan visus dan kesukaran bernapas.
a. Keracunan ringan
- Anoriksia - Nyeri kepala - Rasa lemah
- Rasa takut - Tremor lidah - Tremor kelopak mata
- Pupil miosis
b. Keracunan sedang
- Nausea - Muntah-muntah - Kejang/keram perut.
- Hipersalivasi - Hiperhidrosis - Fasikulasi otot
- Bradikardi
c. Keracunan berat
- Diare - Pupil “pin-Point” - Reaksi cahaya (-)
- Sesak napas - Sianosos - Edema paru
- Inkonteinensia urine - Inkotinensia feses - Konvulsi
- Koma - Blokade jantung - Akhirnya meninggal

1. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan rutin tidak banyak menolong
b. Pemeriksaan khusus : pengukuran kadar kHE dalam sel darahmerah dan plasma, penting untuk memastikan diagnosis keracunan akut maupun kronik (menurun sekian % dari harga normal)




Keracunan akut : ringan 40 – 70 % N
  Sedang 20 % N
  Berat < 20 % N
Keracunan kronik : bila kadar KhE menurun sampai 25 – 50 %, setiap individu yang berhubungan dengan insektisida ini harus segera disingkirkan dan baru diizinkan bekerja kembali bila kadar KhE telah meningkat > 75 % N.

2 . Pemeriksaan PA
Pada keracunan akut, hasil pemeriksaan patologi biasanya tidak khas, sering hanya ditemukan adanya edema paru, dilatasi kapiler dan hiperemi paru, otak dan organ-organ lain.

D. Penatalaksanaan.

1. Resusitasi.

Setelah jalan nafas dibebaskan dan dibersihkan,periksa pernafasan dan nadi.Infus dextrose 5 % kec. 15- 20 tts/menit .,nafas buatan,oksigen,hisap lendir dalam saluran pernafasan,hindari obat-obatan depresan saluran nafas,kalu perlu respirator pada kegagalan nafas berat.Hindari pernafasan buatan dari mulut kemulut, sebab racun organo fhosfat akan meracuni lewat mlut penolong.Pernafasan buatan hanya dilakukan dengan meniup face mask atau menggunakan alat bag – valve – mask
.
2. Eliminasi.

Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita yang sadar atau dengan pemeberian sirup ipecac 15 - 30 ml. Dapat diulang setelah 20 menit bila tidak berhasil.
Katarsis,( intestinal lavage ), dengan pemberian laksan bila diduga racun telah sampai diusus halus dan besar.
Kumbah lambung atau gastric lavage, pada penderita yang kesadarannya menurun,atau pada penderita yang tidak kooperatif.Hasil paling efektif bila kumbah lambung dikerjakan dalam 4 jam setelah keracunan.
Keramas rambut dan memandikan seluruh tubuh dengan sabun.
Emesis,katarsis dan kumbah lambung sebaiknya hanya dilakukan bila keracunan terjadi kurang dari 4 – 6 jam . pada koma derajat sedang hingga berat tindakan kumbah lambung sebaiknya dukerjakan dengan bantuan pemasangan pipa endotrakeal berbalon,untuk mencegah aspirasi pnemonia.

3. Antidotum
Atropin sulfat (SA) bekerja dengan menghambat efek akumulasi Akh pada pada tempat-tempat penumpukannya.
1. Mula-mula berikan bolus intra vena 1 – 2,5 mg, pada anak 0,05 mg/kg.
2. Dilanjutkan dengan 05 –1 mg setiap 5 – 10 menit sampai timbul gejala-gejala atropinisasi (muka merah, mulut kering, takhikardi, midriasis, febris, psikosis. Pada anak 0,02 – 0,05 mg/kg iv tiap 10 – 30 menit.
3. Selanjutnya setiap 2 – 4 – 6 dan 12 jam.
4. Pemberian SA dihentkan minimal 2 x 24 jam.
5. Penghentian SA yang mendadak dapat menimbulkan “rebound efect” berupa edema paru/kegagalan pernapasan akut, sering fatal.
Timbulnya gejala-gejala atropinisasi yang lengkap, dapat dipakai sebagai petunjuk adanya keracunan atropin.




Reaktivator KhE bekerja dengan memotong ikatan IFO-KhE sehinggatimbul reaktivitas ensim KhE. Yang terkenal 2 PAM (pyrydin – 2 – aldoxime methiodide /methcloride = Pralidoxime = Protopam). Hanya bermanfaat pada keracunan IFO, kontra indikasi pada keracunan carbamate.
Dosis 1 gr iv perlahan-lahan (10 – 20 menit), diulang setelah 6 – 8 jam, hanya diberikan bila pemberian atropin telah adekuat. Pada anak-anak 25 – 50 mg/kg BB iv, maksimal 1 gr/hari, dapat diulang setelah 6 – 8 jam.

  4 . Pencegahan Absorbsi

  pekak dianjurkan pada pasien dalam keadaan sadar dengan ingesti terhadap :
a. Distilat petroleum dalam jumlah yang besar
b. Distilat petroleum dengan adiktif toksik serius (logam berat, insektisida)
c. Hidrokarbon aromatik halogen.
Lakukan lavage pada pasien yang memerlukan dekontaminasi tetapi terlalu sakit untuk diberikan ipekak
1. Arang obat
2. Katartik Saline

  E. Prognosis

  Pada umumnya baik, bila pengobatan belum terlambat, beberapa kesalahan pengobatan  
  sering terjadi, berupa :

1. Resusitasi kurang baik dikerjakan.
2. Eliminasi racun kurang baik.
3. Dosis atropin kurang adekuat, atau terlalu cepat dihentikan.


ASUHAN KEPERAWATAN.KLEIN
DENGAN IMTOXICASI

  A. Pengkajian.
Pengkajian difokusakan padfa masalah yang mendesak seperti jalan nafas dan sirkulasi yang mengancam jiwa,adanya gangguan asam basa,keadaan status jantung,status kesadran.
Riwayat kesadaran : riwayat keracunan,bahan racun yang digunakan,berapa lama diketahui setelah keracunan,ada masalah lain sebagi pencetus keracunan dan sindroma toksis yang ditimbulkan dan kapan terjadinya.

A. Masalah keperawatan. Yang mungkin timbul adalah :
• Tidak efektifnya pola nafas
• Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh.
• Gangguan kesadaran
• Tidak efektifnya koping individu. 







  B. Intervensi.
• Pertolongan pertama yang dilakukan meliputi : tindakan umum yang bertujuan untuk keselamatan hidup,mencegah penyerapan dan penawar racun ( antidotum ) yan meliputi resusitasi, : Air way, breathing, circulasi eliminasi untuk menghambat absorsi melalui pencernaaan dengan cara kumbah lambung,emesis, ata katarsis dan kerammas rambut.
• Berikan anti dotum sesuai advis dokter minimal 2 x 24 jam yaitu pemberian SA.
• Perawatan suportif; meliputi mempertahankan agar pasien tidak samapi demamatau mengigil,monitor perubahan-perubahan fisik seperti perubahan nadi yang cepat,distress pernafasan, sianosis, diaphoresis, dan tanda-tanda lain kolaps pembuluh darah dan kemungkinan fatal atau kematian.Monitir vital sign setiap 15 menit untuk bebrapa jam dan laporkan perubahan segera kepada dokter.Catat tanda-tanda seperti muntah,mual,dan nyeri abdomen serta monotor semua muntah akan adanya darah. Observasi fese dan urine serta pertahankan cairan intravenous sesuai pesanan dokter.
• Jika pernafasan depresi ,berikan oksigen dan lakukan suction. Ventilator mungkin bisa diperlukan.
• Jika keracunan sebagai uasaha untuk mebunuh diri maka lakukan safety precautions . Konsultasi psikiatri atau perawat psikiatri klinis. Pertimbangkan juga masalah kelainan kepribadian,reaksi depresi,psikosis .neurosis, mental retardasi dan lain-lain. 






DAFTAR PUSTAKA

Arief, dkk (2000), Kapita Selekta Kedokteran ed. 3, jilid 2, Medika Aesculapius, Jakarta.
Hudak & Gallo (1996), Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, EGC, Jakarta.
Marylin. D (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, EGC Jakarta.
SMF Lab Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo Surabaya (1997), Prosedur Tetap SMF Penyakit Dalam, RSUD Dr. Soetomo Surabaya .















ASUHAN KEPERAWATAN KLEIN
DENGAN INTOKSIKASI


1. Identitas Pasien

Nama : Tn.S
Umur : 30 tahun
Alamat : Jln.Telaga Air Mata , Gg.Keluarga Barabai.
Agama : Islam
Dx. Medis : Intoksikasi & Psikosis
No Reg : 10 16 0138
MRS : 11 Maret 2005.
Tanggal Pengkajian : 12 Maret 2005.

 2. Riwayat Kesehatan
Alasan MRS : Klein muntah-muntah dan tidak sadarkan diri
Riwayat penyakit sekarang :
  Klein masuk RSUD.H.Daman Huri Barabai diantar oleh tetangga yang mengetahui klein muntah-muntah dan kemudian tidak sadarkan diri, dituturkan oleh tetangga yang mengantar tersebut bahwa klein sehabis memakan tembakau arab.
Riwayat penyakit dahulu : 
  klein tidak pernah menderita penyakit yang serius yang sampai op name dirumah sakit dan juga tidak ada riwayat penyakit hypertensi, alaergi. Namun sejak kecil klein mengalami gangguan jiwa tapi tidak pernah sampai mengamuk.
Riwayat penyakit keluarga : 
  Hampir seluruh anggota keluarga klein mempunyai gangguan kejiwaan , kemunginan faktor keturunan.

 3. PEMERIKSAAN FISIK.
Keadaan umum :
  Klien tidak bisa diajak berkumunikasi karena belum pulih kesadarannya,  
  penampilan Klein kusam.
  Tanda-tanda vital :
  - TD : 100/90 RR ; 24 x/menit
  - Nadi : 60 x/menit Temp: 36,5 C






A. Kulit.
Agak kotor dan kusam Turgor cepat kembali bila dicubit, terasa hangat, tidak ada lesi,benjolan dan kemerahan.

B. Kepala.
Bentuk simetris, tidak ada tanda bekas trauma, rambut hitam ikal, ketombe tidak terlihat, distribusi rambut merata.

C. Penglihatan.
Gerakan bola mata dan kelopak mata simetris, konjungtiva tampak anemis, sklera putih, pupil bereaksi terhadap cahaya, produksi air mata (+), tidak menggunakan alat bantu penglihatan.
   
D. Penciuman & Hidung.
Penciuman dapat membedakan bau-bauan, mukosa hidung merah muda, sekret tidak ada, tidak ada terlihat pembesaran mukosa atau polip.

  F. Pendengaran & Telinga.
  Bentuk D/S simetris, mukosa lubang hidung merah muda, tidak ada cairan dan  
  serumen, tidak menggunakan alat bantu, kurang dapat merespon setiap pertanyaan 
  yang diajukan dengan tepat.

  G. Mulut.
  Bibir tampak kering, lidah tampak kotor ( keputihan ), gigi lengkap, tidak ada  
  pembengkakan gusi, tidak teerlihat pembesaran tonsil, mukosa pucat.

  H. Leher.
  Tidak ada pembatasan gerak, tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tiak ada 
  peningkatan tekanan JVP.

I. Dada / Pernafasan / Sirkulasi.
  Dada D/S simetris, gerakan singkron, tidak ada sesak, tidak ada bunyi nafas  
  tambahan, BJ 1 dan BJ 2 terdengar dengan jelas, denyut nadi teraba kuat.

J. Abdomen.
Bentuk simetris, tidak teraba pembesaran hati dan limfe, nyeri tekan epigastrik, peristaltik terdengar tidak ada peningkatan.







K. Sistem reproduksi.
Tidak ada keluhan pada organ genital, dan tidak pernah ada keluhan nyeri yang berlebihan 

L. Ekstremitas atas & bawah.
Tangan bentuk simetris, tidak ada peradangan sendi dan oedem, dapat bergerak dengan bebas, akral hangat, tangan kanan terpasang infus.
Kaki bentuk simetris, tidak ada pembatasan gerak dan oedem, akral dingin

  4. KEBUTUHAN FISIK, PSIKOLOGIS, SOSIAL & SPIRITUAL.

A. Aktivitas & Istirahat.
Aktivitas sehari-hari sebagai buruh , jam kerja tidak menentu , klein jarang tidur siang. Dan Tidur malam biasanya sekitar jam 23.00 sampai jam 05.30, Wit.

B. Personal hygiene.
Mandi biasanya 1 x sehari, sikat gigi 0-1 x sehari, keramas bila kepala terasa gatal, ganti baju 1-2 x sehari.

C. Nutrisi.
Klein makan tidak teratur dengan menu bervariasi, Tidak ada pantangan makan, apa yang ada dimakan . Minum tidak menentu. Saat sakit makan hanya ¼ porsi, kadang bisa sampai muntah.

D. Eliminasi.
BAB biasanya 1-2 hari sekali, selama di RS belum ada BAB. BAK tidak menentu, rata-rata4-6 X sehari, tidak pernah ada keluhan batu atau nyeri.
E. Sexualitas.
Pasien belum menikah

F. Psikososial.
Menunjukan sikaf baik terhadap perawat dan mudah berkomunikasi dengan orang lain. 

G. Spiritual.
Mempunyai keyakinan kuat untuk sembuh, Sangat percaya dengan hal yang berbau tahayul. Dan







  H. Pemeriksaan penunjang

  1. Laboratorium.
Hasil :……-………………..

  2. Rontgen

Hasil :……-………………..

  3. EKG.
Hasil :……-……………….

I. Pemeriksaan lain ( EEG, USG, CT Scan, dll ).
  -
  J. Pengobatan : 

  RL ----------- - 26 tts/mt
  ( O2 ) ---------- 4 - 6 Ltr/Mt
  Radix Inj. 1 amp / 12 jam
  Diazepam 5 Mg 3 x 1 / k/p


  5. DATA FOKOS  

  Terpasang NGT, dan O2 
  Klen tampak lemah, hanya berada di tempat tidur,
  Ektrimitas terpasang Infus

  6. PRIORITAS MASALAH
   
a. Gangguan pemenuhan Nutrisi
b. Personal hygene
c. Gangguan kejiwan



  








 ANALISA DATA



NO HARI & TANGGAL 
Data subyektif & Obyektif 
Masalah 
Etiologi

1













2.







3.









 
Sabtu
12-03-2005

















Sabtu
12-03-2005









Sabtu
12-03-2005

 
DO :
 TTV.= TD.100/70 Mm Hg
  N. 60 x/ Menit
  R. 24 x / Menit
  T. 36,5 “ C.
  BB. 40 Kg.
  TB.158 Cm
Hanya Menghabiskan 100cc bubur + air
DS : - Rasa Mual
  - Mau Muntah
  - Kepala Pusing.


DO :- Kulit kotor & kusam
  - Kuku panjang &kotor
  - Rambut Kusut &
  Kusam
DS : -



DO :- Klien sulit diajak
  berkomunikasi, 
  depresi dan menarik
  diri
 
Ketidak seimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan










Gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari sehubungan dengan kelemahan


Sulit untuk berkumonikasi sehubungan dengan adanya kelemahan dan tingkat kesadaran yang belum pulih 
 Inteke makanan yang tidak adekwat
 ( terpasang NGT )











Personal hygene yang kurang






Ganguan kejiwan.
 
INTERVENSI KEPERAWATAN

NO HARI & TANGGAL DIAGNOSA KEPERAWATAN
 PERENCANAAN IMPLEMENTASI EVALUASI
  TUJUAN TINDAKAN RASIONALISASI  


1.









2.










3. 
Sabtu
12-03-2005





Sabtu
12-03-2005





Sabtu
12-03-2005

 

1./ Gangguan kebutuhan nutrisi, berhubub-ngan dengan mual dan muntah serta pemasangan NGT




2./ Gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari sehubungan dengan kelemahan





Gangguan mekanesme pertahanan diri, yang tidak efektif sehubungan dengan konsep diri ( Harga Diri Rendah ) 

Kebutuhan Nutrisi terpenuhi dala 3 Hari perawatan






Kebutuhan personal hygene terpenuhi







Mekanesme pertahanan diri efektif : Klein dapat diajak berkumonikasi dan koperatif dalam pengobatan


 

- Kaji penyebab
  Anorexia
- Kolaborasi dengan timmedis untuk pemberian Vitamin





  Kaji tingkat ketidak mapuan klein, bantu aktifitas yang tidak dapat dilakukan sendiri ( adi,makan,minum dan kebersihan diri )


   
  Komonikasi trapeutek, observasi kumonikasi non verbal,gerakan tubuh,kuntak mata,dan gerakan lainnya. 

-Adanya sisa racun dan
  alat NGT

- Untuk mempercepat propses penyembuhan dan menambah napsu makan



Agar klein merasa nyaman








Agar klein merasa mempunyai konsep diri yang fositif/ menghargai dirinya sendiri 

Mengkaji penyebab anorixia








 

Klein masih dibantu alat NGT