BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anak merupakan hal yang penting artinya bagi sebuah keluarga. Selain sebagai penerus keturunan, anak pada akhirnya juga sebagai generasi penerus bangsa. Oleh karena itu tidak satupun orang tua yang menginginkan anaknya jatuh sakit, lebih-lebih bila anaknya mengalami kejang demam.
Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering dijumpai pada anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Penyebab demam terbanyak adalah infeksi saluran pernapasan bagian atas disusul infeksi saluran pencernaan. (Ngastiyah, 1997; 229).
Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-laki daripada perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki. (ME. Sumijati, 2000;72-73)
Berdasarkan laporan dari daftar diagnosa dari lab./SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data adanya peningkatan insiden kejang demam. Pada tahun 1999 ditemukan pasien kejang demam sebanyak 83 orang dan tidak didapatkan angka kematian (0 %). Pada tahun 2000 ditemukan pasien kejang demam 132 orang dan tidak didapatkan angka kematian (0 %). Dari data di atas menunjukkan adanya peningkatan insiden kejadian sebesar 37%.
Bangkitan kejang berulang atau kejang yang lama akan mengakibatkan kerusakan sel-sel otak kurang menyenangkan di kemudian hari, terutama adanya cacat baik secara fisik, mental atau sosial yang mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak. (Iskandar Wahidiyah, 1985 : 858) .
Kejang demam merupakan kedaruratan medis yang memerlukan pertolongan segera. Diagnosa secara dini serta pengelolaan yang tepat sangat diperlukan untuk menghindari cacat yang lebih parah, yang diakibatkan bangkitan kejang yang sering. Untuk itu tenaga perawat/paramedis dituntut untuk berperan aktif dalam mengatasi keadaan tersebut serta mampu memberikan asuhan keperawatan kepada keluarga dan penderita, yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif secara terpadu dan berkesinambungan serta memandang klien sebagai satu kesatuan yang utuh secara bio-psiko-sosial-spiritual. Prioritas asuhan keperawatan pada kejang demam adalah : Mencegah/mengendalikan aktivitas kejang, melindungi pasien dari trauma, mempertahankan jalan napas, meningkatkan harga diri yang positif, memberikan informasi kepada keluarga tentang proses penyakit, prognosis dan kebutuhan penanganannya. (I Made Kariasa, 1999; 262).
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, penulis tertarik membuat karya tulis dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Anak “A” dengan Kejang Demam di Ruang Anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya”.
1.2 Batasan Masalah
Mengingat keterbatasan waktu yang penulis miliki , maka penulis membatasi permasalahan Asuhan Keperawatan pada Anak “A” dengan Kejang Demam di Ruang Anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Diperolehnya pengetahuan atau gambaran pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada kasus Kejang Demam di Ruang Anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.1.1 Mampu melakukan pengkajian yaitu mengumpulkan data subyektif dan data obyektif pada pasien dengan kejang demam.
1.3.1.2 Mampu menganalisa data yang diperoleh
1.3.1.3 Mampu merumuskan diagnosa kebidanan pada pasien dengan kejang demam
1.3.1.4 Mampu membuat rencana tindakan keperawatan pada pasien dengan kejang demam
1.3.1.5 Mampu melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana yang ditentukan.
1.3.1.6 Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Bagi penulis
Hasil studi kasus ini dapat memberikan wawasan tantang kejang demam pada anak dengan menggunakan asuhan keperawatan.
1.4.2 Bagi institusi
1.4.2.1 Sebagai bahan bacaan di perpustakaan dan bahan acuan perbandingan pada penanganan kasus keperawatan.
1.4.2.2 Menghasilkan ahli madya kebidanan sebagai bidan profesional yang memiliki pengetahuan yang memadai sesuai perkembangan ilmu dan pengetahuan.
1.4.3 Bagi klien
Memberikan pengetahuan dan ketrampilan pada keluarga tentang perawatan anak dengan kejang demam.
1.4.4 Bagi rumah sakit
Dapat memberikan asuhan keperawatan untuk kasus yang sama serta menjaga dan meningkatkan pelayanan kepada mesyarakat, khususnya asuhan keperawatan dengan kejang demam.
1.5 Metode Penulisan
1.5.1 Metode Penyusunan
Dalam penyusunan karya tulis ini, penulis menggunakan metode penulisan deskriptif observasional dalam bentuk studi kasus yaitu metode yang dibuat berdasarkan keadaan sebenarnya dan tertuju pada pemecahan masalah.
1.5.2 Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang relevan, penulis menggunakan teknik sebagai berikut :
1.5.2.1 Wawancara : suatu cara untuk mendapatkan data dengan cara tanya jawab yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi oleh klien.
1.5.2.2 Pemeriksaan fisik : data yang diperoleh melalui pemeriksaan dengan cara inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi.
1.5.2.3 Dokumenter : suatu cara untuk memperoleh data dengan melihat data yang sudah ada dalam status klien, catatan medik maupun dari hasil pemeriksaan laboratorium.
1.5.2.4 Studi kepustakaan : mengumpulkan data melalui bahan ilmiah dari buku-buku yang terkait dengan kasus kejang demam.
1.5.2.5 Studi lapangan : mengumpulkan data melalui wawancara dan pemeriksaan fisik pada pasien dengan kejang demam.
1.5.3 Sumber Data
1.5.3.1 Data primer
Didapatkan melalui wawancara dan observasi terhadap pasien dan keluarga
1.5.3.2 Data sekunder
Data sekunder didapatkan melalui : Catatan medik dan catatan perawatan, Hasil-hasil perawatan yang menunjang, Catatan tenaga kesehatan lain yang terkait.
1.6 Lokasi dan Waktu Penulisan
1.6.1 Lokasi
Lokasi pelaksanaan Asuhan Keperawatan dalam penyusunan karya tulis dilakukan di Ruang Anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
1.6.2 Waktu
Penyusunan karya tulis ini dibuat dari mulai tanggal 8 September 2001 sampai dengan 30 September 2001.
1.7 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan karya tulis ini adalah sebagai berikut :
Bab 1 : Pendahuluan
Terdiri dari latar belakang, batasan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, lokasi dan waktu, sistematika penulisan.
Bab 2 : Tinjauan Pustaka
Terdiri dari konsep dasar teori kejang demam, konsep dasar asuhan keperawatan pada anak dengan kejang demam yang meliputi pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
Bab 3 : Tinjauan Kasus
Meliputi pengkajian, analisa data, rumusan diagnosa keperawatan, rencana/perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi serta catatan perkembangan.
Bab 4 : Pembahasan
Pembahasan mengenai kesenjangan yang penulis jumpai antara teori dan fakta yang ditemukan selama pelaksanaan asuhan keperawatan.
Bab 5 : Simpulan dan Saran
Terdiri dari simpulan dan saran khususnya dalam rangka melaksanakan asuhan keperawatan .
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Batasan/Pengertian
Batasan/pengetahuan dari karya tulis dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Anak “ A” dengan Kejang Demam meliputi :
2.1.1 Asuhan adalah bantuan yang dilakukan bidan kepada individu, pasien atau kliennya (Santoso. NI, 1989 : 3)
2.1.2 Keperawatan adalah suatu pelayanan kesehatan profesional berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial spiritual yang komprehensip yang ditujukkan kepada individu, keluarga dan masyarakat baik yang sakit maupun yang sehat (Santosa. NI, 1989 : 1)
2.1.3 Asuhan keperawatan adalah metode pemberian pelayanan keperawatan kepada pasien / klien (individu, keluarga, kelompok dan masyarakat) yang logis, sistematis, dinamis dan teratur (Santosa. NI, 1989 : 151)
2.1.4 Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada saat suhu meningkat disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. (Darto suharso, 1994: 148).
2.2 Konsep Kejang Demam
2.2.1 Pengertian
Kejang demam atau febrile convulsion ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium (Ngastiyah, 1997:229).
2.2.2 Etiologi
Bangkitan kejang pada bayi dan anak disebabkan oleh kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan syaraf pusat misalnya : tonsilitis ostitis media akut, bronchitis, dll
2.2.3 Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
2.2.3.1 Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
2.2.3.2 Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya
2.2.3.3 Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.
2.2.4 Prognosa
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat prognosisnya baik dan tidak perlu menyebabkan kematian, resiko seorang anak sesudah menderita kejang demam tergantung faktor :
2.2.4.1 Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga
2.2.4.2 Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita kejang
2.2.4.3 Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal
Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut di atas, di kemudian hari akan mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13 %, dibanding bila hanya terdapat satu atau tidak sama sekali faktor tersebut, serangan kejang tanpa demam 2%-3% saja (“Consensus Statement on Febrile Seizures 1981”).
2.2.5 Manifestasi Klinik
Serangan kejang biasanya terjadi 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan kejang dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun sejenak tapi setelah beberapa detik atau menit anak akan sadar tanpa ada kelainan saraf.
Di Subbagian Anak FKUI RSCM Jakarta, kriteria Livingstone dipakai sebagai pedoman membuat diagnosis kejang demam sederhana, yaitu :
2.2.5.1 Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun
2.2.5.2 Kejang berlangsung tidak lebih dari 15 menit
2.2.5.3 Kejang bersifat umum
2.2.5.4 Kejang timbul dalam 16 jam pertamam setelah timbulnya demam
2.2.5.5 Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
2.2.5.6 Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya satu minggu sesudah suhu normal tidak menunjukkan kelainan
2.2.5.7 Frekuensi kejang bangkitan dalam satu tahun tidak melebihi empat kali
2.2.6 Penatalaksanaan Medik
Dalam penaggulangan kejang demam ada 4 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu :
2.2.6.1 Pemberantasan kejang secepat mungkin
Pemberantasan kejang di Sub bagian Saraf Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI sebagai berikut :
Apabila seorang anak datang dalam keadaan kejang, maka :
1. Segera diberikan diazepam intravena dosis rata-rata 0,3 mg/kg
Atau
diazepam rectal dosis 10 kg : 5 mg
bila kejang tidak berhenti ≥ 10 kg : 10 mg
tunggu 15 menit
dapat diulang dengan cara/dosis yang sama
kejang berhenti
berikan dosis awal fenobarbital
dosis : neonatus : 30 mg I.M
1 bulan – 1 tahun : 50 mg I.M
1 tahun : 75 mg I.M
2. Bila diazepam tidak tersedia, langsung memakai fenobarbital dengan dosis awal dan selanjutnya diteruskan dengan dosis rumat.
2.2.6.2 Pengobatan penunjang
Pengobatan penunjang saat serangan kejang adalah :
1. Semua pakaian ketat dibuka
2. Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
3. Usahakan agar jalan napas bebasuntuk menjamin kebutuhan oksigen
4. Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen
2.2.6.3 Pengobatan rumat
Fenobarbital dosis maintenance : 8-10 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada hari pertama, kedua diteruskan 4-5 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada hari berikutnya.
2.2.6.4 Mencari dan mengobati penyebab
Penyebab kejang demam adalah infeksi respiratorius bagian atas dan astitis media akut. Pemberian antibiotik yang adekuat untuk mengobati penyakit tersebut. Pada pasien yang diketahui kejang lama pemeriksaan lebih intensif seperti fungsi lumbal, kalium, magnesium, kalsium, natrium dan faal hati. Bila perlu rontgen foto tengkorak, EEG, ensefalografi, dll.
2.3 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Kejang Demam
Langkah-langkah dalam proses keperawatan ini meliputi :
2.3.1 Pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan sistemik untuk mengumpulkan data dan menganalisa, sehingga dapat diketahui kebutuhan perawatan pasien tersebut. (Santosa. NI, 1989, 154)
Langkah-langkah dalam pengkajian meliputi pengumpulan data, analisa dan sintesa data serta perumusan diagnosa keperawatan. Pengumpulan data akan menentukan kebutuhan dan masalah kesehatan atau keperawatan yang meliputi kebutuhan fisik, psikososial dan lingkungan pasien. Sumber data didapatkan dari pasien, keluarga, teman, team kesehatan lain, catatan pasien dan hasil pemeriksaan laboratorium. Metode pengumpulan data melalui observasi (yaitu dengan cara inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi), wawancara (yaitu berupa percakapan untuk memperoleh data yang diperlukan), catatan (berupa catatan klinik, dokumen yang baru maupun yang lama), literatur (mencakup semua materi, buku-buku, masalah dan surat kabar).
Pengumpulan data pada kasus kejang demam ini meliputi :
2.3.1.1 Data subyektif
1. Biodata/Identitas
Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin.
Biodata orang tua perlu dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, alamat.
2. Riwayat Penyakit (Darto Suharso, 2000)
Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan :
Apakah betul ada kejang ?
Diharapkan ibu atau keluarga yang mengantar dianjurkan menirukan gerakan kejang si anak
Apakah disertai demam ?
Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai kejang, maka diketahui apakah infeksi infeksi memegang peranan dalam terjadinya bangkitan kejang. Jarak antara timbulnya kejang dengan demam..
Lama serangan
Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang merasakan waktu berlangsung lama. Lama bangkitan kejang kita dapat mengetahui kemungkinan respon terhadap prognosa dan pengobatan.
Pola serangan
Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap mengenai pola serangan apakah bersifat umum, fokal, tonik, klonik ?
Apakah serangan berupa kontraksi sejenak tanpa hilang kesadaran seperti epilepsi mioklonik ?
Apakah serangan berupa tonus otot hilang sejenak disertai gangguan kesadaran seperti epilepsi akinetik ?
Apakah serangan dengan kepala dan tubuh mengadakan flexi sementara tangan naik sepanjang kepala, seperti pada spasme infantile ?
Pada kejang demam sederhana kejang ini bersifat umum.
Frekuensi serangan
Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur berapa kejang terjadi untuk pertama kali, dan berapa frekuensi kejang per tahun. Prognosa makin kurang baik apabila kejang timbul pertama kali pada umur muda dan bangkitan kejang sering timbul.
Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan
Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah aura atau rangsangan tertentu yang dapat menimbulkan kejang, misalnya lapar, lelah, muntah, sakit kepala dan lain-lain. Dimana kejang dimulai dan bagaimana menjalarnya. Sesudah kejang perlu ditanyakan apakah penderita segera sadar, tertidur, kesadaran menurun, ada paralise, menangis dan sebagainya ?
Riwayat penyakit sekarang yang menyertai
Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya pada penderita epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA, Morbili dan lain-lain.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah penderita pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang terjadi untuk pertama kali ?
Apakah ada riwayat trauma kepala, radang selaput otak, KP, OMA dan lain-lain.
4. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Kedaan ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu pernah mengalami infeksi atau sakit panas sewaktu hamil. Riwayat trauma, perdarahan per vaginam sewaktu hamil, penggunaan obat-obatan maupun jamu selama hamil. Riwayat persalinan ditanyakan apakah sukar, spontan atau dengan tindakan ( forcep/vakum ), perdarahan ante partum, asfiksi dan lain-lain. Keadaan selama neonatal apakah bayi panas, diare, muntah, tidak mau menetek, dan kejang-kejang.
5. Riwayat Imunisasi
Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan serta umur mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada umumnya setelah mendapat imunisasi DPT efek sampingnya adalah panas yang dapat menimbulkan kejang.
6. Riwayat Perkembangan
Ditanyakan kemampuan perkembangan meliputi :
Personal sosial (kepribadian/tingkah laku sosial) : berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan lingkungannya.
Gerakan motorik halus : berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil dan memerlukan koordinasi yang cermat, misalnya menggambar, memegang suatu benda, dan lain-lain.
Gerakan motorik kasar : berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.
Bahasa : kemampuan memberikan respon terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara spontan.
7. Riwayat kesehatan keluarga.
Adakah anggota keluarga yang menderita kejang (+ 25 % penderita kejang demam mempunyai faktor turunan). Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit syaraf atau lainnya ? Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ISPA, diare atau penyakit infeksi menular yang dapat mencetuskan terjadinya kejang demam.
8. Riwayat sosial
Untuk mengetahui perilaku anak dan keadaan emosionalnya perlu dikaji siapakah yanh mengasuh anak ?
Bagaimana hubungan dengan anggota keluarga dan teman sebayanya ?
9. Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan
Ditanyakan keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana ?
Pola kebiasaan dan fungsi ini meliputi :
Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat
Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang kesehatan, pencegahan dan kepatuhan pada setiap perawatan dan tindakan medis ?
Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita, pelayanan kesehatan yang diberikan, tindakan apabila ada anggota keluarga yang sakit, penggunaan obat-obatan pertolongan pertama.
Pola nutrisi
Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi anak. Ditanyakan bagaimana kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh anak ?
Makanan apa saja yang disukai dan yang tidak ? Bagaimana selera makan anak ? Berapa kali minum, jenis dan jumlahnya per hari ?
Pola Eliminasi :
BAK : ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis ditanyakan bagaimana warna, bau, dan apakah terdapat darah ? Serta ditanyakan apakah disertai nyeri saat anak kencing.
BAB : ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak ? Bagaimana konsistensinya lunak,keras,cair atau berlendir ?
Pola aktivitas dan latihan
Apakah anak senang bermain sendiri atau dengan teman sebayanya ? Berkumpul dengan keluarga sehari berapa jam ? Aktivitas apa yang disukai ?
Pola tidur/istirahat
Berapa jam sehari tidur ? Berangkat tidur jam berapa ? Bangun tidur jam berapa ? Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana dengan tidur siang ?
2.3.1.2 Data Obyektif
1. Pemeriksaan Umum (Corry S, 2000 hal : 36)
Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran, tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana akan didapatkan suhu tinggi sedangkan kesadaran setelah kejang akan kembali normal seperti sebelum kejang tanpa kelainan neurologi.
2. Pemeriksaan Fisik
Kepala
Adakah tanda-tanda mikro atau makrosepali? Adakah dispersi bentuk kepala? Apakah tanda-tanda kenaikan tekanan intrakarnial, yaitu ubun-ubun besar cembung, bagaimana keadaan ubun-ubun besar menutup atau belum ?.
Rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut. Pasien dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang, kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit pada pasien.
Muka/ Wajah.
Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi yang paresis tertinggal bila anak menangis atau tertawa, sehingga wajah tertarik ke sisi sehat. Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ? Apakah ada gangguan nervus cranial ?
Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan ketajaman penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva ?
Telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran.
Hidung
Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat jalan napas ? Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya ?
Mulut
Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cynosis? Bagaimana keadaan lidah? Adakah stomatitis? Berapa jumlah gigi yang tumbuh? Apakah ada caries gigi ?
Tenggorokan
Adakah tanda-tanda peradangan tonsil ? Adakah tanda-tanda infeksi faring, cairan eksudat ?
Leher
Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid ? Adakah pembesaran vena jugulans ?
Thorax
Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan, frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi
Intercostale ? Pada auskultasi, adakah suara napas tambahan ?
Jantung
Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya ? Adakah bunyi tambahan ? Adakah bradicardi atau tachycardia ?
Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen ? Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus ? Adakah tanda meteorismus? Adakah pembesaran lien dan hepar ?
Kulit
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya? Apakah terdapat oedema, hemangioma ? Bagaimana keadaan turgor kulit ?
Ekstremitas
Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi kejang? Bagaimana suhunya pada daerah akral ?
Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari vagina, tanda-tanda infeksi ?
2.3.1.3 Pemeriksaan Penunjang
Tergantung sarana yang tersedia dimana pasien dirawat, pemeriksaannya meliputi :
1. Darah
Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200 mq/dl)
BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
Elektrolit : K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
2. Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi, pendarahan penyebab kejang.
3. Skull Ray : Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
4. Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk transiluminasi kepala.
5. EEG : Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh untuk mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil biasanya normal.
6. CT Scan : Untuk mengidentifikasi lesi cerebral infaik hematoma, cerebral oedem, trauma, abses, tumor dengan atau tanpa kontras.
2.3.2 Analisa dan Sintesa Data
Analisa data merupakan proses intelektual yang meliputi kegiatan mentabulasi, menyeleksi, mengelompokkan, mengaitkan data, menentukan kesenjangan informasi, melihat pola data, membandingakan dengan standar, menginterpretasi dan akhirnya membuat kesimpulan. Hasil analisa data adalah pernyataan masalah keperawatan atau yang disebut diagnosa keperawatan.
Tabel 2.1 Analisa dan Sintesa Data Pada Kasus Kejang Demam
NO Pengelompokan Data Kemungkinan Penyebab Masalah
1
2
3
4
- Suhu Tubuh > Normal
t. 36,5 – 37,5 ºC (bayi)
t. 36 - 37,5 ºC(anak)
- Denyut nadi lebih cepat
N 110-120x/menit (bayi)
N 100-110x/menit (1 th )
N 80- 90x/menit (5-12th)
- Adanya riwayat kejang
demam
- Kulit teraba panas
- Frekwensi pernafasan me-
ningkat
R.R 30-40x/menit (bayi)
R.R 24-28x/menit (anak )
- Capek
- Kelelahan
- Nyeri otot
- Penurunan kesadaran
- Riwayat kejang demam
- Hasil laboratorium glukosa darah abnormal (< 80 gr)
- Elektrolit abnormal
Na : N 135 –144 meq/dl
K : N 3,80-5,00 meq/dl
- Suhu tubuh abnormal
> 37,5º C
- Kulit terasa panas
- Denyut nadi meningkat
- Riwayat infeksi pernafa-san atas, ostitis media akut, pneumonia, saluran kencing, pencernaan.
- Anak gelisah dan tidur terganggu
- Keluarga sering bertanya tentang penyakit anaknya, pengobatan dan perawatannya Hipertemia
↓
Gangguan metabolisme otak
↓
Perubahan keseimbangan dan sel netron
↓
Difusi ion kalium dan
natrium
↓
Lepas muatan listrik
↓
Kejang
(M.E. Sumijati, 2000;103)
Kejang
↓
Berkurangnya koordinasi otot
↓
trauma fisik
(ME. Sumijati, 2000;103)
Kuman penyakit
↓
infeksi
↓
Thermoregulasi
(Hipothalamus)
tak efektif
↓
hipertermi
Kurangnya atau keterbatasan informasi
↓
sering bertanya
(Ngastiyah, 1997:230) Resiko ke-jang berulang
Resiko trauma fisik
Gangguan rasa nyaman
Kurangnya pengetahuan keluarga
2.3.3 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas, singkat, dan pasti tentang masalah pasien/klien serta penyebabnya yang dapat dipecahkan atau diubah melalui tindakan keperawatan.
Diagnosa keperawatan yang muncul adalah :
2.3.3.1 Resiko terjadinya kejang ulang berhubungan dengan hiperthermi.
2.3.3.2 Resiko terjadinya trauma fisik berhubungan dengan kurangnya koordinasi otot
2.3.3.3 Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan hiperthermi yang ditandai :
1. Suhu meningkat
2. Anak tampak rewel
2.3.3.4 Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan keterbatasan informasi yang ditandai : keluarga sering bertanya tentang penyakit anaknya.
2.3.4 Perencanaan
Perencanaan merupakan keputusan awal tentang apa yang akan dilakukan, bagaimana, kapan itu dilakukan, dan siapa yang akan melakukan kegiatan tersebut. Rencana keperawatan yang memberikan arah pada kegiatan keperawatan. (Santosa. NI, 1989;160)
2.3.4.1 Diagnosa Keperawatan : Resiko terjadi kejang ulang berhubungan dengan hipertermi.
Tujuan : Klien tidak mengalami kejang selama berhubungan dengan hiperthermi
Kriteria hasil :
1. Tidak terjadi serangan kejang ulang.
2. Suhu 36,5 – 37,5 º C (bayi), 36 – 37,5 º C (anak)
3. Nadi 110 – 120 x/menit (bayi)
100-110 x/menit (anak)
4. Respirasi 30 – 40 x/menit (bayi)
24 – 28 x/menit (anak)
5. Kesadaran composmentis
Rencana Tindakan :
1. Longgarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang mudah menyerap keringat.
Rasional : proses konveksi akan terhalang oleh pakaian yang ketat dan tidak menyerap keringat.
2. Berikan kompres dingin
Rasional : perpindahan panas secara konduksi
3. Berikan ekstra cairan (susu, sari buah, dll)
Rasional : saat demam kebutuhan akan cairan tubuh meningkat.
4. Observasi kejang dan tanda vital tiap 4 jam
Rasional : Pemantauan yang teratur menentukan tindakan yang akan dilakukan.
5. Batasi aktivitas selama anak panas
Rasional : aktivitas dapat meningkatkan metabolisme dan meningkatkan panas.
6. Berikan anti piretika dan pengobatan sesuai advis.
Rasional : Menurunkan panas pada pusat hipotalamus dan sebagai propilaksis
2.3.4.2 Diagnosa Keperawatan : Resiko terjadi trauma fisik berhubungan dengan kurangnya koordinasi otot.
Tujuan : Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan.
Kriteria Hasil :
1. Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan.
2. Mempertahankan tindakan yang mengontrol aktivitas kejang.
3. Mengidentifikasi tindakan yang harus diberikan ketika terjadi kejang.
Rencana Tindakan :
1. Beri pengaman pada sisi tempat tidur dan penggunaan tempat tidur yang rendah.
Rasional : meminimalkan injuri saat kejang
2. Tinggalah bersama klien selama fase kejang..
Rasional : meningkatkan keamanan klien.
3. Berikan tongue spatel diantara gigi atas dan bawah.
Rasional : menurunkan resiko trauma pada mulut.
4. Letakkan klien di tempat yang lembut.
Rasional : membantu menurunkan resiko injuri fisik pada ekstimitas ketika kontrol otot volunter berkurang.
5. Catat tipe kejang (lokasi,lama) dan frekuensi kejang.
Rasional : membantu menurunkan lokasi area cerebral yang terganggu.
6. Catat tanda-tanda vital sesudah fase kejang
Rasional : mendeteksi secara dini keadaan yang abnormal
2.3.4.3 Diagnosa Keperawatan / Masalah : Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan hiperthermi.
Tujuan : Rasa nyaman terpenuhi
Kriteria hasil : Suhu tubuh 36 – 37,5º C, N ; 100 – 110 x/menit,
RR : 24 – 28 x/menit, Kesadaran composmentis, anak tidak rewel.
Rencana Tindakan :
1. Kaji faktor – faktor terjadinya hiperthermi.
Rasional : mengetahui penyebab terjadinya hiperthermi karena penambahan pakaian/selimut dapat menghambat penurunan suhu tubuh.
2. Observasi tanda – tanda vital tiap 4 jam sekali
Rasional : Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukan perkembangan keperawatan yang selanjutnya.
3. Pertahankan suhu tubuh normal
Rasional : suhu tubuh dapat dipengaruhi oleh tingkat aktivitas, suhu lingkungan, kelembaban tinggiakan mempengaruhi panas atau dinginnya tubuh.
4. Ajarkan pada keluarga memberikan kompres dingin pada kepala / ketiak .
Rasional : proses konduksi/perpindahan panas dengan suatu bahan perantara.
5. Anjurkan untuk menggunakan baju tipis dan terbuat dari kain katun
Rasional : proses hilangnya panas akan terhalangi oleh pakaian tebal dan tidak dapat menyerap keringat.
6. Atur sirkulasi udara ruangan.
Rasional : Penyediaan udara bersih.
7. Beri ekstra cairan dengan menganjurkan pasien banyak minum
Rasional : Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh meningkat.
8. Batasi aktivitas fisik
Rasional : aktivitas meningkatkan metabolismedan meningkatkan panas.
2.3.4.4 Diagnosa Keperawatan / Masalah : Kurangnya pengetahuan keluarga sehubungan keterbataaan informasi.
Tujuan : Pengetahuan keluarga bertambah tentang penyakit anaknya.
Kriteria hasil :
1. Keluarga tidak sering bertanya tentang penyakit anaknya.
2. Keluarga mampu diikutsertakan dalam proses keperawatan.
3. keluarga mentaati setiap proses keperawatan.
Rencana Tindakan :
1. Kaji tingkat pengetahuan keluarga
Rasional : Mengetahui sejauh mana pengetahuan yang dimiliki keluarga dan kebenaran informasi yang didapat.
2. Beri penjelasan kepada keluarga sebab dan akibat kejang demam
Rasional : penjelasan tentang kondisi yang dialami dapat membantu menambah wawasan keluarga
3. Jelaskan setiap tindakan perawatan yang akan dilakukan.
Rasional : agar keluarga mengetahui tujuan setiap tindakan perawatan
4. Berikan Health Education tentang cara menolong anak kejang dan mencegah kejang demam, antara lain :
1. Jangan panik saat kejang
2. Baringkan anak ditempat rata dan lembut.
3. Kepala dimiringkan.
4. Pasang gagang sendok yang telah dibungkus kain yang basah, lalu dimasukkan ke mulut.
5. Setelah kejang berhenti dan pasien sadar segera minumkan obat tunggu sampai keadaan tenang.
6. Jika suhu tinggi saat kejang lakukan kompres dingin dan beri banyak minum
7. Segera bawa ke rumah sakit bila kejang lama.
Rasional : sebagai upaya alih informasi dan mendidik keluarga agar mandiri dalam mengatasi masalah kesehatan.
5. Berikan Health Education agar selalu sedia obat penurun panas, bila anak panas.
Rasional : mencegah peningkatan suhu lebih tinggi dan serangan kejang ulang.
6. Jika anak sembuh, jaga agar anak tidak terkena penyakit infeksi dengan menghindari orang atau teman yang menderita penyakit menular sehingga tidak mencetuskan kenaikan suhu.
Rasional : sebagai upaya preventif serangan ulang
7. Beritahukan keluarga jika anak akan mendapatkan imunisasi agar memberitahukan kepada petugas imunisasi bahwa anaknya pernah menderita kejang demam.
Rasional : imunisasi pertusis memberikan reaksi panas yang dapat menyebabkan kejang demam
2.3.5 Pelaksanaan
Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat mandiri dan kolaboratif. Selama melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan dimonitor kemajuan kesehatan klien ( Santosa. NI, 1989;162 )
2.3.6 Evaluasi
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data subyektif dan obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan keperawatan sudah dicapai atau belum. Bila perlu langkah evaluasi ini merupakan langkah awal dari identifikasi dan analisa masalah selanjutnya ( Santosa.NI, 1989;162).
Tabel 2.2 Evaluasi Pada Kasus Kejang Demam
NO. Diagnosa/Masalah Evaluasi
1.
2
3.
4.
. Potensial kejang berulang berhu-bungan dengan hiperthermi.
Potensial terjadi trauma fisik berhubungan kurangnya koordina-si otot.
Gangguan rasa nyaman berhu-bungan dengan hiperthermi.
Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan keterbatasan informasi. Klien tidak mengalami kejang selama 2x24 jam.
Kriteria :
- Tidak terjadi serangan ulang
- Suhu : 36 – 37,5 º C
- N : 100 – 110 kali/menit
- Kesadaran : composmentis
Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan.
Kriteria :
- Tidak terjadi traumas fisik selama kejang.
- Mempertahankan tindakan yang mengontrol aktivitas kejang.
- Mengidentifikasi tindakan yang harus diberikan ketika terjadi kejang.
Rasa nyaman terpenuhi
Kriteria :
- Tanda vital :
Suhu : 36 – 37,5ºC
N : 100 – 110 kali/ menit
RR : 24 – 28 kali/menit
- Kesadaran : composmentis
- Anak tidak rewel
Pengetahuan keluarga bertambah tentang penyakit anaknya.
Kriteria :
- Keluarga tidak sering bertanya tentang penyakit anaknya.
- Keluarga mampu diikutserta-kan dalam proses perawatan.
- Keluarga mentaati setiap proses perawatan.
BAB 3
TINJAUAN KASUS
Pada bab 3 ini melaksanakan asuhan keperawatan pada anak A dengan diagnosa medis kejang demam + faringitis di ruang anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
3.1 Pengkajian
Pengkajian dilakukan oleh Kurnia Yuliastutik pada tanggal 8 September 2001 jam 11.00 WIB.
3.1.1 Data Subyektif
3.1.1.1 Biodata/Identifitas
Nama anak : An “A”
Umur : 15 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Nomor Register : 10082571
Lahir : Normal (Spontan B)
Tempat/tanggal lahir : Surabaya, 23 Mei 2000
Diagnosa Medis : Kejang Demam + Faringitis
Tanggal MRS : 8 September 2001 jam 03.30 WIB
Nama Ibu : Ny. “H”
Umur : 29 tahun
Agama : Katolik
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : -
Penghasilan : -
Alamat : Pucang Jajar 42 Surabaya
Nama Ayah : Tn. “B”
Umur : 31 tahun
Agama : Kristen
Suku/Bangsa : Batak/Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Penghasilan : Rp 500.000/bulan
Alamat : Pucang Jajar 42 Surabaya
3.1.1.2 Riwayat Penyakit Sekarang
1. Keluhan utama : Ibu mengatakan bahwa anaknya panas sejak 7-9-2001 jam 14.30 WIB
2. Perjalanan penyakit sekarang
Tanggal 7-9-2001 jam 14.30 WIB Anak mulai panas lalu diberi obat penurun panas (Sirup Salmol) 1 kali dan dikompres, disertai batuk dan pilek. Tetapi panas tidak turun. Muntah sebanyak 2 kali yaitu jam 23.30 WIB dan 01.30 WIB sebanyak ± 2-3 sendok makan dengan berisi makanan. Lalu kejang terjadi pada jam 02.30 WIB sebanyak 1 kali, lamanya ± 5-10 menit, tidak mengeluarkan busa dari mulut. Keadaan saat kejang adalah mata melirik ke atas, kedua tangan fleksi, dan kedua kaki kaku (ekstensi). Setelah kejang terjadi anak langsung menangis. Batuk tidak mengeluarkan dahak, suara grok-grok, konsistensi pilek agak kental, jernih, dan keluar kadang-kadang, tetapi tidak sesak.
3.1.1.3 Penyakit Riwayat Dahulu
Sebelumnya anak tidak pernah menderita/mengalami kejang, epilepsi, trauma kepala, radang selaput otak, ostitis media akut. Penyakit yang pernah diderita anak yaitu panas, batuk, pilek tetapi jarang terjadi.
3.1.1.4 Riwayat Kehamilan dan Persalinan
1. Prenatal : selama hamil sehat tidak ada kelainan seperti pendarahan dan sakit panas, Ibu hanya minum obat yang diberikan bidan. Ibu tidak minum jamu.
2. Natal : melahirkan usia kehamilan 9 bulan, spontan, tidak ada kelainan, anak langsung menangis keras, BB : 3300 gr PB : 48cm.
3. Post Natal : bayi sehat, menetek kuat, tidak ada kelainan, tali pusat lepas hari ke 7.
3.1.1.5 Riwayat Imunisasi
Ibu mengatakan bahwa imunisasi anaknya sudah lengkap.
Reaksi setelah mendapat imunisasi DPT anak panas tetapi tidak kejang, sembuh dengan meminum obat yang diberikan petugas kesehatan.
3.1.1.6 Riwayat Perkembangan Anak
1. Riwayat personal sosial :
Anak mudah beradaptasi dengan lingkungan di sekitarnya. Anak masih ngompol dan belum bisa memberi tahu orang tua bila ingin BAK/BAB.
2. Gerakan motorik kasar : anak sudah bisa berjalan, mendorong, dan menarik kursi, dapat mengerjakan perintah secara sederhana.
3. Gerakan motorik halus : anak bisa memegang pensil dan mencoret-coret.
4. Bahasa : anak sudah bisa bicara beberapa kata, misalnya : mama, papa, memanggil kakaknya (Iza), dan memanggil binatang peliharaan (anjing), minum, dll.
Kesimpulan : Tidak ada kelainan dalam perkembangan.
3.1.1.7 Riwayat Kesehatan Keluarga
Ayah : tidak ada keluarga yang menderita penyakit epilepsi, kelainan syaraf, penyakit menular ataupun menurun dari ayah.
Ibu : ibu menderita hipotensi. Orang tua perempuan ibu menderita penyakit diabetes mellitus sejak tahun 1992, dari keluarga ibu tidak ada yang menderita kelainan syaraf, epilepsi.
Anak : kakaknya menderita sakit batuk dan pilek selama satu minggu
3.1.1.8 Riwayat Sosial
1. Yang mengasuh ibu sendiri, di rumah tidak ada pembantu ataupun orang lain.
2. Hubungan dengan anggota keluarga baik: anak sangat dekat dan manja dengan ibunya. Biasanya anak bermain bersama kakak apabila ditinggal ibu memasak, mencuci, dan membersihkan rumah. Kakaknya berusia 9 tahun, sudah kelas 4 SD.
3. Hubungan dengan teman sebaya : anak lebih banyak bermain di rumah bersama ibunya. Kadang-kadang anak bermain dengan teman sebayanya yang dekat dengan rumahnya.
4. Pembawaan secara umum
Anak tampak gelisah dan rewel, kadang-kadang menangis minta digendong, anak sangat manja kepada ibunya.
3.1.1.9 Pola Kebiasaan dan Fungsi
1. Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat
Sebelum sakit : mandi 2 kali/hari, keramas 2 kali/minggu, ganti celana setiap ngompol, baju ganti tiap pagi dan sore.
Setelah sakit : mandi 2 kali/hari, tidak pernah keramas, ganti baju tiap pagi dan sore dan celana ganti tiap ngompol.
Keluarga sangat khawatir saat anaknya kejang karena selama ini tidak ada keluarga yang kejang. Keluarga tidak tahu cara pencegahan dan pertolongan kejang. Kalau anak sakit biasanya dibawa ke dokter atau rumah sakit bila setelah diberi obat paracetamol atau bodrexin tidak sembuh. Anak bila sakit rewel, sering minta digendong. Anak tampak takut bila ada petugas kesehatan yang akan melakukan perawatan/ tindakan medik.
2. Pola Nutrisi
Sebelum sakit : makan 3-4 kali/hari, dengan porsi satu mangkuk kecil habis, tidak ada pantangan dalam makanan, komposisinya nasi tim dan lauknya bervariasi tiap hari yaitu tahu, tempe, ikan laut, telur dan daging kadang-kadang dengan ukuran 1 satu porsi sebesar korek api. Sayurnya seperti bayam, sup, soto, dan lain-lain.
Minum : air putih ± 3 – 5 gelas (ukuran 100 cc), anak masih menetek.
Selama sakit : sehari makan 3 kali/hari, porsi yang disediakan rumah sakit dimakan separuh. Komposisinya nasi tim, lauk, sayur, dan buah. Anak lebih sering menetek. Minum air putih ± 4 – 6 kali/100 cc, pasi (SGM 2) baru diberikan 2 sendok lalu dimuntahkan.
3. Pola Eliminasi
Sebelum sakit : BAK ± 4 – 5 kali/hari, warna kuning, nyeri tidak ada. BAB lancar setiap pagi hari, konsistensi lembek, warna kuning.
Selama sakit : BAK ± 4 – 5 kali/hari, warna kuning, nyeri tidak ada. BAB setiap hari, konsistensi lembek, warna kuning.
4. Pola Aktivitas dan Latihan
Sebelum sakit : Bermain bersama kakaknya ± 4 – 5 jam sehari, waktu terbanyak bersama ibu. Bersama ayah kadang–kadang, antara 3 – 4 jam. Biasanya anak juga bermain sendiri sambil melihat TV atau mendengarkan musik sambil menari.
Selama sakit : aktivitas anak menjadi menurun karena terpasang infus di tangan kiri, anak sering minta digendong ibu.
5. Pola Tidur dan Istirahat
Sebelum sakit : tidur malam antara jam 20.00 – 05.00 WIB, siang tidur antara jam 12.00 – 15.00 WIB, terbangun bila ngompol.
Selama sakit : pada siang hari tidurnya sulit ± ½ - 1 jam, tidurnya sering terbangun dan rewel minta digendong. Pada malam hari tidurnya jam 01.00 – 04.00 WIB, anak rewel dan tidurnya sering terjaga.
3.1.2 Data Obyektif
3.1.2.1 Pemeriksaan Umum
1. Keadaan umum : lemah
2. Kesadaran : composmentis
3. Tekanan darah : -
Nadi : 132 kali/menit
Respirasi : 30 kali/menit
Suhu : 38,2 ºC
4. BB / TB : 9 kg / 77 cm
Status gizi : 2n + 8
2(1,5) + 8 = 11 kg
9/11 x 100 % = 81,8 % (gizi kurang)
3.1.2.2 Pemeriksaan Fisik Umum
1. Kepala
Tak ada tanda – tanda mikrochepali ataupun makrochepali, lingkar kepala 46 cm, ubun – ubun besar menutup, bentuk kepala normal.
2. Rambut
Warna pirang, rambut tidak mudah dicabut, ketebalan rambut cukup, tidak terdapat kutu.
3. Muka / wajah
Tidak ada rhisus sardonicus, simetris, tidak terdapat oedema, wajah tidak tampak pucat.
4. Mata
Ketajaman penglihatan baik, palpebra simetris, tak ada midriasis atau miosis, sklera tidak ikterus, konjungtiva tak anemis, pergerakan normal, tak ada strabismus.
5. Hidung
Bentuk normal, tidak terdapat epistaksis, nampak keluar sekret berwarna kental dan jumlahnya sedikit, tidak ada polip, tidak ada pernapasan cuping hidung.
6. Telinga
Simetris kanan dan kiri, pendengaran normal, tak tampak keluar cairan.
7. Mulut
Simetris, tak tampak cyanosis, gigi berjumlah 8 buah, tak ada karies, lidah bersih, tidak terdapat stomatis, tak ada strismus, bibir tampak kering dan pecah-pecah
8. Tenggorokan
Tonsil tak tampak kemerahan dan tak tampak pembesaran, faring tampak kemerahan, tak ada eksudat.
9. Leher
Tak ada kaku kuduk, tak ada pembesaran kelenjar tiroid, tak ada pembesaran vena jugularis, tak ada pembesaran kelenjar getah bening.
10. Dada / Thorax
Lingkar dada 46 cm, bentuk dada normal, tak ada refraksi intercostal, tidak terdapat ronchi, tak ada wheezing, pernaasan cepat dan iramanya teratur.
11. Jantung
Detak jantung normal dan frekwensinya teratur
12. Abdomen
Turgor kulit cukup, tak ada meteorismus, keadaan lien dan hepar normal, tidak teraba benjolan / tumor, gerak peristaltik normal.
13. Kulit
Kebersihan kulit cukup, tidak ada hemangioma, tidak ada oedem, kulit teraba panas.
14. Ekstrimitas
Ekstrimitas atas : tak ada oedem, pergerakan normal, pada tangan kiri terpasang infus sejak 8 september 2001, tak ada tanda – tanda flebitis, akral hangat, lila = 14 cm.
Ekstrimitas bawah : tak ada oedem, pergerakan normal, akral hangat.
15. Genetalia
Vulva : kebersihan cukup, tidak tampak keluar sekret, tidak ada oedema maupun iritasi.
Anus : kebersihan cukup, haemorroid tidak tampak.
3.1.3 Pemeriksaan Penunjang
3.1.3.1 Data Laboratorium
1 Laboratorium 8 – 9 2001 jam 03.30
Pemeriksaan darah
HB : 12,00 gr % (P 11,4 – 15,1)
Leukosyt : 19 x 109/L (P 4,3 – 11,3)
Trombosyt : 173 x 109/L (150 – 350)
PCV : 0,35 (P 0,38 – 0,42)
Glukosa darah acak : 288 mq/dl (< 200)
Elektrolit : Kalium = 3,60 meq/L (3,8 - 5)
Natrium = 133 meq/L (135 - 144)
LP (lumbal pungsi) : Keluarga menolak walaupun sudah diberikan penjelasan tujuan dan prosedurnya.
3.1.4 Data Lain
Therapi yang diberikan :
8-9-2001 : Ampicilin 3x300 mg IV
Paracetamol 3x100 mg P.O
Diazepam 2,7 mg IV (bila kejang)
Infus D5 ¼ S 500 cc/24 jam.
3.2 Analisa dan Sintesa Data
Tabel 3.1 Analisa dan Sintesa Data Pada Kasus Kejang Demam
No Pengelompokan data Kemungkinan Penyebab Diagnosa/masalah
1 Tanggal 8-9-2001
jam 11.00 WIB
S : Ibu mengatakan bahwa anaknya masih panas dan rewel minta menetek terus, sebelumnya anak tidak pernah sakit kejang.
O : keadaan composmentis
Tanda vital :
S : 38,2oC
N : 132x/mnt
RR : 30x/mnt
Kulit terasa panas, akral hangat, anak tampak rewel dan sedang menetek. Bibir tampak kering dan pecah-pecah , turgor kulit cukup.
Pemeriksaan laboratorium: Hb : 12 gr %
(N : 11,4-15,1)
Leucocyt : 9x109/L
(N : 4,3-11,3)
Trombocyt : 173x109/L
(N : 150-350)
PCV : 0,35
(N : 0,38-0,42)
Glukosa darah acak :
288 mq/dl
(N kurang dari 200)
Elektrolit :
- Kalium : 3,6 meq/L (N : 3,8-5)
- Natrium : 133 meq/L (N : 135-144) Hipertermia
gangguan metabolisme otak
Perubahan keseimbangan dari sel neuron
difusi ion kalium dan natrium
Lepas muatan listrik
kejang Potensial kejang ulang
2 Tanggal 8-9-2001
jam 11.00 WIB
S : Ibu mengatakan porsi dari rumah sakit dihabiskan separuh, pasi (SGM 2) baru diberikan 2 sendok, lalu dimuntahkan, anak sering menetek, dan minum air putih + 4 - 6x/100cc
O : turgor kulit cukup, wajah dan telapak tangan tidak pucat. Konjungtiva tidak anemis.
BB : 9 kg (N : 11 kg)
Status gizi kurang
Lila : 14 cm Proses penyakit
(faringitis)
kesulitan dalam menelan
asupan nutrisi berkurang Gangguan pemenuhan nutrisi
3 Tanggal 8-9-2001 jam 11.00 WIB
S . Ibu bertanya mengapa bisa terjadi kejang padahal sebelumnya anak tidak pernah kejang dan panasnya belum turun setelah diberi obat penurun panas.
O : Ibu tampak khawatir dengan keadaan anaknya. Ibu sering bertanya tentang keadan anaknya dan setiap tindakan yang akan dilakukan. Kurangnya atau keterbatasan informasi
sering bertanya Kurangnya pengetahuan
3.3 Diagnosa Keperawatan
Dari analisa dan sintesa data di atas maka dapat diambil diagnosa keperawatan sebagai berikut :
3.3.1 Potensial terjadi kejang ulang berhubungan dengan hiperthermi
3.3.2 Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan nyeri saat menelan yang ditandai dengan porsi makan tidak dihabiskan, BB kurang dari normal, anak tidak mau PASI.
3.3.3 Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan informasi yang ditandai dengan keluarga sering bertanya tentang penyakit anaknya.
3.4 Perencanaan
Tabel 3.1 Perencanaan Pada Kasus Kejang Demam
No. Rencana Rasional
1
2 Tanggal 8-9-2001 jam 11.30 WIB
Diagnosa / masalah : potensial kejang berulang berhubungan dengan hiperthermi
Tujuan : kejang ulang tidak terjadi dalam waktu 2x24 jam
Kriteria :
- Tidak terjadi serangan ulang
- Suhu tubuh normal (36-37,5oC)
- Nadi (100-110 x /mnt)
- RR (24-28 x /mnt)
- Kesadaran composmentis
Rencana :
1. Longgarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang menyerap keringat
2. Berikan kompres dingin pada kepala dan ketiak
3. Berikan ekstra cairan (pasi, asi, sari buah, dan lain-lain)
Cairan: 1150–1300 cc/24 Jam
4. Observasi kejang dan tanda vital tiap 4 jam
5. Batasi aktivitas selama anak panas
6. Berikan anti piretika dan pengobatan sesuai advise dokter
- Valium 2,7 mg IV (bila kejang)
- Ampicillin 3 x 300 mgIV
- Paracetamol 3 x 100 mg (per oral)
7. Berikan health education kepada keluarga tentangpersonal hygene: membersihkan daerah bibir dengan air hangat 2 x/hari dan mengolesi bibir dengan madu
Tanggal 8-9-2001 jam 11.10 WIB
Diagnosa / masalah :
Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan nyeri saat menelan
Tujuan : nutrisi terpenuhi dalam 2x24 jam
Kriteria :
- porsi makan yang disediakan dihabiskan
- anak mau minum pasi
- BB anak meningkat
- turgor kulit baik, konjungtiva tidak anemis
Rencana :
1. Beri penjelasan pada keluarga tentang penyebab gangguan pemenuhan nutrisi, pentingmya nutrisi bagi tubuh dan cara mengatasinya
2. Berikan health educational kepada keluarga tentang :
- berikan makanan pada anak dengan porsi kecil dan frekuensinya sering
- berikan pasi ditambah dengan madu secara bertahap
3. Kolaborasi dengan tim gizi untuk pemberian diit :
TKTP 900 kalori, 20 gr protein
PASI 6 x 100 cc
4. Observasi intake dan output
5. Lakukan penimbangan BB tiap hari
1. Proses konveksi akan terhaalang oleh pakaian ketat dan tidak menyerap keringat
2. Perpindahan panas secara konduksi
3. Saat demam kebutuhan akan cairan tubuh semakin meningkat
4. Pemantauan yang teratur menentukan tindakan yang akan dilakukan selanjutnya
5. Aktivitas dapat meningkatkan metabolisme sehingga meningkatkan suhu tubuh
6. Menurunkan panas pada pusat hipotalamus dan sebagai propilaksis
7. Menjaga kebersihan dan kelembaban bibir
1. Dengan pemberian penjelasan keluarga diharapkan mengerti, dan dapat mendukung program perawatan yang diberikan
2. Untuk mengurangi nyeri saat menelan dan untuk mencukupi kebutuhan nutrisi
3. Sebagai fungsi dependen perawat/bidan dengan ahli lain.
4. Mengetahui keseimbangan jumlah nutrisi tubuh.
5. deteksi perubahan BB sebagai evaluasi pemberian diit
3 Tanggal 8-9-2001 jam 11.30 WIB
Masalah : kurangnya pengetahuan keluarga tentang penyakit berhubungan dengan keterbatasan informasi
Tujuan : pengetahuan keluarga bertambah tentang penyakit anaknya dalam 24 jam
Kriteria :
- keluarga tidak sering bertanya tentang penyakit anaknya
- keluarga mampu diikutsertakan dalam proses perawatan
- keluarga mentaati setiap proses perawatan
Rencana :
1. Kaji tingkat pengetahuan keluarga
2. Beri penjelasan tentang penyakit yang diderita anak dan semua prosedur perawatan yang akan dilakukan
3. Berikan health education cara menolong anak kejang dan mencegah kejang :
- jangan panik saat kejang
- baringkan anak di tempat rata dan lembut
- kepala dimiringkan
- pasang gagang sendok di mulut yang telah dibungkus kain bersih
- setelah kejang berhenti dan anak sadar segera minumkan obat dan tunggu sampai keadaan tenang
- jika suhu tinggi, lakukan kompres dingin dan beri minum banyak
- segera bawa ke RS bila kejang lama
4. Berikan helath education agar selalu sedia obat penurun panas (sesuai dengan anjuran dokter) bila anak panas segera bawa RS bila suhu belum turun 24 jam berikutnya
5. Jika anak sembuh, jaga agar tidak terkena penyakit infeksi dengan menghindari penderita penyakit menular sehingga tidak mencetuskan kenaikan suhu
6. Beritahu keluarga agar memberikan informasi pada petugas imunisasi bahwa anaknya pernah mendapat serangan kejang sehingga pemberian imunisasi DPT tidak diberikan pertusis, hanya DT saja
1. Mengetahui sejauh mana pengetahuan yang dimiliki keluarga dan kebenaran informasi yang didapat
2. Agar keluarga dapat menerima informasi dengan mudah dan tepat sehingga tidak timbul kesalahpahaman sehingga keluarga lebih kooperatif
3. Sebagai upaya alih informasi dan mendidik keluarga agar mandiri dalam mengatasi masalah kesehatan
4. Mencegah peningkatan suhu lebih tinggi dan serangan kejang ulang
5. Sebagai upaya preventif serangan kejang ulang
6. Imunisasi pertusis memberikan reaksi panas yang dapat menyebabkan kejang ulang
Tanggal / Jam
Pelaksanaan
Tanggal 8-9-2001
Jam 11.30 WIB
Jam 11.31 WIB
Jam 11.32 WIB
Jam 11.35 WIB
Jam 11.40 WIB
Jam 07.00 WIB
Jam 15.00 WIB
Jam 23.00 WIB
Jam 11.50 WIB
Tanggal 8-9-2001
Jam 11.45 WIB
Jam 11.50 WIB
Jam 11.52 WIB
Jam 12.00 WIB
Jam 11.55 WIB Diagnosa : potensial terjadi kejang ulang berhubungan dengan hiperthermi
1. Melonggarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang mudah menyerap keringat
2. Memberikan kompres dingin pada kepala dan ketiak
3. Memberikan ekstra cairan :
infus : D5 ¼S . 500 cc/24 jam,ASI
minum pasi : anak menolak (dimuntahkan)
4. Mengobservasi kejang dan tanda vital tiap 4 jam
N : 132x/mnt RR : 30x/mnt
Taxila : 38,2oC
5. Membatasi aktivitas selama anak panas. Terapi : bed rest
6. Memberikan antipiretika dan pengobatan sesuai advise :
Terapi :
- Valium 2,7 mg IV (bila kejang)
- Ampicillin 3x300 mgIV
- Paracetamol 3x100 mg (per oral)
7. Memberikan health education kepada keluarga tentang personal hygiene : membersihkan daerah bibir dengan air hangat 2 x/hari, dan mengolesi bibir dengan madu
Diagnosa/masalah : ganggguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan nyeri saat menelan
1. Memberikan penjelasan pada keluarga tentang penyebab gangguan pemenuhan nutrisi, pentingnya nutrisi bagi tubuh dan cara mengatasinya
2. Memberikan health education kepada keluarga tentang :
- Berikan makanan kepada anak dengan porsi kecil dan frekuensinya sering
- Berikan pasi ditambah dengan madu secara bertahap
3. Melakukan kolaborasi dengan tim gizi untuk pemberian diit.
TKTP : 900 kalori, 20 gr protein
PASI : 6 x 100 cc/24 jam
4. Mengobservasi intake dan output.
PASI : diberi 2-3 sendok lalu dimuntahkan
5. Melakukan penimbangan BB tiap hari
BB : 9 kg
Tanggal 8 September 2001
Jam 11.55 WIB
Jam 12.00 WIB
Jam 12.05 WIB
Jam 12.10 WIB
Jam 12.15 WIB
Jam 12.20 WIB
Masalah : Kurangnya pengetahuan keluarga tentang penyakit berhubungan dengan keterbatasan informasi.
1. Mengkaji tingkat pengetahuan keluarga.
2. Memberikan penjelasan tentang penyakit yang diderita anak dan semua prosedur perawatan yang akan dilakukan
3. Memberikan health education cara menolong anak kejang dan mencegah kejang :
1. Jangan panik saat kejang
2. Baringkan anak di tempat rata dan lembut.
3. Kepala dimiringkan.
4. Pasang batang sendok di mulut yang telah dibungkus kain bersih.
5. Setelah kejang berhenti dan anak sadar segera minumkan obat dan tunggu sampai keadaan tenang.
6. Jika suhu tinggi, lakukan kompres dingin dan beri minum banyak.
7. Segera bawa ke RS bila anak kejang.
4. Memberikan health education agar selalu sedia obat penurun panas (sesuai dengan advis) bila anak panas, segera bawa ke RS bila suhu belum turun 24 jam berikutnya.
5. Jika anak sembuh, jaga agar tidak terkena penyakit infeksi dengan menghindari penderita penyakit menular sehingga tidak mencetuskan kenaikan suhu.
6. Memberitahukan keluarga agar memberikan informasi pada petugas imunisasi bahwa anaknya pernah mendapat kejang sehingga pemberian imunisasi DPT tidak diberikan pertusis, hanya DT saja.
3.6 Evaluasi dan Catatatan Perkembangan
1. Diagnosa / masalah : potensial terjadi kejang berulang berhubungan dengan hiperthermi
Catatan Perkembangan
Tanggal 9-9-2001 jam 09.00 WIB
S : Ibu mengatakan kalau anaknya tidak mengalami kejang ulang dan badannya masih panas, anak masih rewel, ibu sudah membersihkan bibir anaknya dan mengolesi dengan madu.
O : Kejang ulang tidak terjadi, badan teraba panas akral hangat, turgor kulit baik, anak tampak rewel, kelembaban bibir cukup, bibir tampak bersih.
Kesadaran : Composmentis
Tanda-tanda vital :
S : 38oC N : 128 x/mnt RR : 28 x/mnt
A : Tujuan belum berhasil
P : Rencana dipertahankan
1. Longgarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang mudah menyerap keringat
2. Berikan kompres dingin pada kepala dan ketiak
3. Berikan ekstra cairan
Infus : D5 ¼ S 500cc / 24 jam, ASI, PASI : 6 x 100cc
4. Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam
5. Batasi aktivitas selama anak panas
6. Berikan pengobatan sesuai dengan advis dokter.
Terapi : Valium 2,7 mgIV (bila kejang)
Ampicilin 3 x 300 mgIV
Paracetamol 3 x 100 mg per oral
Evaluasi
Tanggal 10-9-2001 jam 11.00 WIB
S : Ibu mengatakan kalau anaknya tidak mengalami kejang ulang, badannya tidak panas lagi, anak tidak rewel dan bisa tidur nyenyak, anak kembali ceria lagi.
O : Kejang ulang tidak terjadi kulit tidak teraba panas, turgor kulit baik anak tampak ceria, infus dilepas sejak jam 09.00 WIB
Kesadaran : Composmentis
Tanda-tanda vital :
S : 37,2oC N : 100 x/mnt RR : 25 x/mnt
A : Tujuan berhasil
P : Rencana dihentikan
2. Diagnosa / masalah : gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan nyeri saat menelan
Catatan Perkembangan
Tanggal 9-9-2001 jam 10.00 WIB
S : Ibu mengatakan porsi makan yang disediakan dimakan separuh, anak mau minum PASI 2 - 3 x 100cc
O : BB : 9 kg, turgor kulit baik, akral tidak pucat, konjungtiva tidak anemi, PASI yang diberikan diminum 2 – 3 x 100cc
A : Tujuan berhasil sebagian
P : Rencana no. 4 dan 5 dipertahankan
4. Obserasi intake dan output
5. Lakukan penimbangan BB tiap hari
Evaluasi
Tanggal 10-9-2001 jam 11.10 WIB
S : Ibu mengatakan nafsu makan anak bertambah, porsi makan yang disediakan habis,, PASI yang diberikan diminum 5 – 6 x 100cc
O : BB : 9 kg, turgor lebih baik, akral tidak pucat, conjungtiva tidak anemis, anak masih menetek, anak tampak ceria kembali
A : Tujuan berhasil sebagian
P : Rencana no. 4 dan 5 dipertahankan
4. Obserasi intake dan output
5. Lakukan penimbangan BB tiap hari
Catatan Perkembangan
Tanggal 11-9-2001 jam 08.00 WIB
S : Ibu mengatakan nafsu makan anak bertambah, porsi makan yang disediakan habis PASI yang diberikan diminum 5 – 6 x 100 cc.
O : BB : 9 kg, turgor kurang baik, akral tidak pucat, conjungtiva tidak anemis, anak masih menetek, anak tampak ceria dan bisa diajak bercanda
A : Tujuan berhasil sebagian
P : Rencana hari ini pulang
3. Diagnosa / masalah : kurangnya pengetahuan keluarga tentang penyakit berhubungan dengan keterbatasan informasi
Evaluasi
Tanggal 8-9-2001 jam 12.30 WIB
S : Ibu mengatakan sudah mengerti tentang penyakit anaknya dan cara pencegahannya.
O : Ibu / keluarga dapat mengulang kembali penjelasan yang diberikan
Keluarga mau dan mampu diikutsertakan dalam proses perawatan,
Keluarga tidak sering bertanya lagi tentang penyakit anaknya,
Keluarga mentaati setiap proses perawatan
A : Tujuan berhasil
P : Rencana dihentikan
BAB 4
PEMBAHASAN
Setelah penulis melaksanakan asuhan keperawatan pada kasus ini dengan menggunakan proses perawatan dan setelah melihat kembali mengenai tinjauan pustaka baik pada konsep dasar, maupun asuhan perawatan, maka didapatkan beberapa kesenjangan dan kesamaan antara teori dan kenyataan di lapangan, yaitu :
4.1. Pengkajian
Pada tahap ini telah ditemukan adanya kesamaan yaitu dalam tinjauan pustaka disebutkan bahwa penyebab terjadinya kejang demam adalah infeksi luar susunan saraf pusat, misalnya: tonsilitis, OMA, bronkitis, faringitis, dan lain-lain. Kenyataannya berdasarkan hasil pemeriksaan fisik ditemukan adanya infeksi (faringitis). Riwayat penyakit sekarang (kejang demam) sesuai dengan kriteria Livingstone, yaitu: umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun, kejang berlangsung tidak lebih dari 15 menit, kejang bersifat umum, kejang timbul dalam 16 jam pertama timbulnya demam, tidak ada kelainan neurologis.
Ditemukan kesenjangan yaitu dalam tinjauan pustaka ditemukan adanya riwayat penyakit kejang dalam keluarga. Kenyataannya di lapangan tidak ditemukan riwayat penyakit kejang dalam keluarga.
4.2 Analisa dan Sintesa Data
Pada tahap ini dalam kasus nyata ditemukan satu diagnosa dan dua masalah sedangkan pada tinjauan pustaka terdapat dua diagnosa dan dua masalah.
4.3 Diagnosa / Masalah Keperawatan
Pada tinjauan pustaka disebutkan bahwa masalah yang mungkin timbul pada kasus kejang demam adalah :
4.3.1 Potensial terjadi kejang ulang berhubungan dengan hiperthermi.
Pada pasien ini tidak lagi terjadi serangan ulang selama di RS meskipun tanggal 9 September 2001 jam 09.00 WIB suhu tubuh masih 38,2º C.
4.3.2 Potensial terjadinya trauma fisik berhubungan dengan kurangnya koordinasi otot.
Pada pasien hal ini tidak terjadi, karena kejangnya berlangsung hanya sebentar, kurang dari 15 menit, dan tidak terjadi serangan ulang.
4.3.3 Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan dengan hiperthermi.
Pada pasien ini terjadi gangguan rasa nyaman (tidur/istirahat) berhubungan dengan hiperthermi. Hal ini terjadi akibat dari proses infeksi yang mengakibatkan suhu panas sehingga pasien menjadi rewel/gangguan pola tidur dan istirahat. Masalah ini tidak diangkat oleh penulis karena criteria hasilnya sama dengan diagnosa pertama yaitu bila suhu tubuh menurun maka tidak terjadi kejang ulang dan masalah gangguan rasa nyaman sudah terpenuhi.
4.3.4 Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan keterbatasan informasi.
Pada keluarga hal ini terjadi karena dalam keluarga tidak ada yang pernah menderita kejang. Sehingga keluarga menjadi khawatir tentang keadaan anaknya maka timbul berbagai pertanyaan dari keluarga.
Pada kenyataanya muncul diagnosa/masalah baru pada pasien, yaitu gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan nyeri saat menelan. Hal ini terjadi karena adanya infeksi, yaitu faringitis.
4.4 Perencanaan
Pada tahap ini tidak ditemukan adanya kesenjangn antara tinjauan pustaka dengan tinjauan kasus. Karena muncul diagnosa/masalah baru pada pasien maka muncul perencanaan baru pada tinjauan kasus yang tidak didapatkan pada tinjauan pustaka.
4.5 Pelaksanaan
Pada tahap ini tidak ditemukan adanya kesenjangan antara tinjauan pustaka dengan tinjauan kasus. Muncul pelaksanaan baru sesuai dengan rencana pada kasus yang telah ditemukan di lapangan yang tidak ada dalam tinjauan pustaka.
4.6 Evaluasi
Pada tahap ini ditemukan adanya kesenjangan dimana pada tinjauan pustaka evaluasi tidak ditulis berdasarkan SOAP, sedang pada tinjauan kasus ditulis menggunakan SOAP.
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada Anak “A” didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
5.1.1 Pengkajian
Pengkajian terpenting dari kejang demam adalah melakukan anamnese selengkap mungkin serta pemeriksaan fisik untuk menetukan penyebab kejang terjadi.
Apabila dari anamnese dan pemeriksaan fisik masih sulit menentukan penyebab kejang demam maka dilakukan pemeriksaan penunjang.
5.1.2 Analisa dan Sintesa Data
Pada tahap analisa data dan sintesa data dalam kasus nyata penulis hanya menemukan satu diagnosa dan dua masalah.
5.1.3 Diagnosa / Masalah Keperawatan
Masalah/diagnosa keperawatan yang muncul akibat dari kejang demam adalah potensial terjadinya kejang ulang berhubungan dengan hiperthermi, gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan nyeri saat menelan, kurangnya pengetahuan keluarga tentang penyakit berhubungan dengan keterbatasan informasi
.
5.1.4 Perencanaan
Pada tahap perencanaan dalam kasus nyata ada beberapa langkah tindakan yang ditambahkan penulis selain yang terdapat dalam tinjauan pustaka sesuai kebutuhan klien saat itu.
5.1.5 Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan dalam kasus nyata toidak menemui kesulitan karena sikap keluarga yang kooperatif dan sarana dan prasarana yang memadai.
5.1.6 Evaluasi
Evaluasi merupakan kunci keberhasilan dari proses keperawatan, terdiri atas tinjauan laporan pasien dan pengkajian kembali keadaan pasien. Dengan evaluasi akan membantu perawat dalam memenuhi kebutuhan pasien yang dapat berubah-ubah.
5.2 Saran
5.2.1 Bagi Perawat atau Bidan
Karena kejang demam merupakan kasus gawat darurat pada anak dan sering ditemukan dalam praktek maka perlu mengembangkan kemampuan diri, baik melalui intitusi maupun non intitusi untuk meningkatkan ketrampilan dan pengetahuan. Dan hendaknya selalu berupaya memberikan asuhan keperawatan yang bermutu dengan memperhatikan pribadi individu yang unik, dimana aspek bio psiko sosial dan spiritual terintegrasi secar utuh.
5.2.2 Bagi Institusi
Karya tulis ini sebagai acuan untuk penulisan karya tulis yang akan datang sebagai pembanding terhadap perubahan – perubahan yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Lumbantobing SM, 1989, Penatalaksanaan Mutakhir Kejang Pada Anak, Gaya Baru, Jakarta
Lynda Juall C, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Penerjemah Monica Ester, EGC, Jakarta
Marilyn E. Doenges, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerjemah Kariasa I Made, EGC, Jakarta
Matondang, Corry S, 2000, Diagnosis Fisis Pada Anak, Edisi ke 2, PT. Sagung Seto: Jakarta.
Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta
Rendle John, 1994, Ikhtisar Penyakit Anak, Edisi ke 6, Binapura Aksara, Jakarta.
Santosa NI, 1989, Perawatan I (Dasar-Dasar Keperawatan), Depkes RI, Jakarta.
Santosa NI, 1993, Asuhan Kesehatan Dalam Konteks Keluarga, Depkes RI, Jakarta.
Soetjiningsih, 1995, Tumbuh Kembang Anak, EGC, Jakarta
Suharso Darto, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, F.K. Universitas Airlangga, Surabaya.
Sumijati M.E, dkk, 2000, Asuhan Keperawatan Pada Kasus Penyakit Yang Lazim Terjadi Pada Anak, PERKANI : Surabaya.
Wahidiyat Iskandar, 1985, Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 2, Info Medika, Jakarta.
Kamis, 10 September 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
aslkm ka..bisa minta diagnosa keperawatan kejang demam..plus referensinya...
BalasHapusq lg dpt tugas..udh nyari pi gak dapt...
minta bantuanya yaaa kaa
-indar-
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus